4 Ibu dan 2 Balita Ditahan karena Lempar Batu ke Pabrik, Anggota DPD Bandingkan dengan Kasus Gisel
Empat orang ibu-ibu dan dua balita ditahan di Rutan Kelas II Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Empat ibu-ibu dan dua balita ditahan di Rutan Kelas II Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mereka ditahan setelah dituduh telah melempari pabrik tembakau pakai batu.
Keempat orang ibu-ibu dan dua balita itu merupakan warga Dusun Eat Nyiu, Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, NTB.
Mereka adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38), dan Hultiah (40).
Sementara dua anak yang ikut mendekam di penjara adalah balita yang masih minum Air Susu Ibu (ASI).
Terkait dengan persoalan tersebut, Anggota DPD RI asal Sulawesi Tenggara, Abdul Rachman Thaha memberikan tanggapannya.
Abdul membandingkan kasus keempat ibu-ibu tersebut dengan kasus yang dialami penyanyi, Gisella Anastasia.
Menurutnya, mereka sama-sama seorang ibu, tapi beda perlakukan di mata hukum.
Seperti diketahui, Gisel telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pornografi terkait video syur 19 detik yang tersebar beberapa waktu lalu.
Baca juga: 4 Ibu-ibu dan 2 Balita Dipenjara Gara-gara Dituduh Lempar Batu ke Pabrik Tembakau, Ini Kronologinya
Baca juga: Ayah Lecehkan 5 Anak Kandung, Ternyata Pernah Dipenjara Kasus Narkoba, Kini Terancam Hukuman Kebiri
Namun, pihak penyidik tidak menahan Gisel atas alasan kemanusiaan.
Lebih lanjut dikatakan Abdul, perbedaan perlakuan hukum terhadap publik figur dan warga biasa jelas mengoyak rasa keadilan.
Selain itu, juga berisiko mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap instusi penegakkan hukum.
"Semakin menyedihkan ketika pertimbangan kemanusiaan itu justru diberikan kepada tersangka pidana kesusilaan."
"Padahal, saat yang bersangkutan melakukan pidana kesusilaan itu, terlebih karena dia mabuk, sangat mungkin dia tidak ingat pada darah dagingnya sendiri," kata Abdul dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (21/2/2021).
Sementara, kata dia, terhadap ibu rumah tangga yang peduli terhadap kesehatan keluarga, nilai kemanusian itu justru absen.
Abdul mengaku telah menyampaikan beberapa opsi kepada Wakil Jaksa Agung dan pimpinan kementerian-lembaga terkait perihal tersebut.
"Pertama, benahi seluruh sistem penahanan dan pemasyarakatan agar layak menjadi tempat tahanan maupun napi mengasuh anak."
"Dengan pembenahan tersebut, para IRT tersebut dan Gisel bisa tetap mengasuh anak mereka masing-masing selama mereka menjalani penahanan."
"Ini juga bermanfaat bagi para tahanan maupun napi yang notabene merupakan orang tua yang memiliki anak kecil," jelasnya.
Namun, lanjut dia, pembenahan sistemik tersebut boleh jadi akan memakan waktu yang tak sebentar.
Sehingga, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah membebaskan keempat ibu rumah tangga tersebut dari ruang tahanan.
"Sehingga tidak hanya Gisel, para ibu rumah tangga tersebut juga bisa sama-sama mengasuh anak mereka masing-masing," ujar dia.
4 ibu dan 2 balita ditahan
Melansir TribunLombok.com, keempat wanita itu ditahan dengan tuduhan melakukan pengerusakan dengan melemparkan batu ke pabrik tembakau di Desa Wajageseng pada 26 Desember 2020 lalu.
Pemilik pabrik keberatan dengan aksi tersebut lalu melaporkan kejadian itu ke aparat penegak hukum.
Kasus tersebut saat ini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya, Lombok Tengah.
Ibu-ibu tersebut dijerat Pasal 170 JUHP Ayat 1 dengan ancaman pidana 5 sampai 7 tahun penjara.
DPRD Kabupaten Lombok Tengah turun tangan
Prihatin dengan kasus tersebut, Komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Tengah turun tangan dan menemui sejumlah pihak untuk melakukan proses mediasi. Termasuk empat ibu-ibu dan pemilik pabrik.
Ketua Komisi IV DPRD Lombok Tengah, H Supli mengatakan, pihaknya baru mengetahui soal kasus tersebut pada Rabu (16/2/2021).
Seorang anggota melaporkan, ada empat ibu-ibu beserta tiga anaknya ditahan di Polsek Praya Tengah.
"Kami pun sepakat mencari mereka langsung ke Polsek Praya Tengah hari Kamis (17/2/2021) kemarin," kata Supli.
Namun, keempat ibu tersebut ternyata sudah dipindahkan ke Kejari Praya.
Baca juga: Kisah Pria yang Dipenjara di Rumah, Depresi Ayah Meninggal, Pernah Dirawat di RSJ, Kini Ingin Bebas
Kaget ada balita
Setelah itu, rombongan Komisi IV langsung mendatangi Kejari Praya, Kamis.
Di sana mereka mendapatkan penjelasan, kasusnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Praya.
Supli mengaku kaget, selain ibu-ibu, ternyata ada dua balita yang ikut ditahan di penjara.
Ada yang masih menyusui dan ada pula yang berumur tiga tahun.
"Sebenarnya ada tiga anak yang ikut ditahan tapi yang umur 3 tahun sudah diambil neneknya," ungkap Supli melalui sambungan telepon kepada TribunLombok.com.
Saat ditemui, kata Supli, keempat ibu-ibu tersebut menceritakan kejadian yang mereka alami sembari menangis.
Para ibu tersebu mengakui perbuatannya, mereka memang telah melempari pabrik tersebut dengan batu.
Namun, tindakan itu dilakukan karena dampak pabrik tembakau di kampung mereka yang sangat mengganggu kesehatan warga.
Bahkan ada di antara ibu ini, anaknya yang baru usia empat bulan alami sesak napas dan meninggal karena dampak aktivitas pabrik tembakau," ucap dia.
Sementara ibu lainnya, ada yang anaknya sakit dan dimungkinkan sekarang lumpuh.
Karena hal itu, para ibu-ibu tersebut akhirnya melakukan protes dan melempar gedung pabrik tersebut, tapi tak sampai merusak.
"Pengakuan mereka, aksinya itu tidak menimbulkan kerusakan karena yang dilempar adalah spandek," tambahnya.
Baca juga: Wanita Tukang Kredit Diduga Dibunuh, Menghilang Selama Setahun, Warga Temukan Tulang dan Rambut
Diselesaikan di tingkat desa
Masih dari TribunLombok.com, berbekal dari informasi ibu-ibu tersebut, Komisi IV DPRD Lombok Tengah mengunjungi pabrik tembakau di Desa Wajageseng.
"Alhamdulillah, sama Pak Kepala Desa tadi sudah disampaikan ke Pengadilan Negeri Praya untuk penangguhan penahanan," kata Supli.
Selain itu, setelah ditemui Komisi IV DPRD, pemilik pabrik sepakat untuk sama-sama mendatangi Pengadilan Negeri Praya, Senin (22/2/2021) besok.
"Untuk menyampaikan bahwa kasus empat perempuan ini sudah kita selesaikan di tingkat desa," terangnya.
Meski demikian, pemilik pabrik masih meminta waktu untuk berpikir, baginya tak masalah, karena ada keinginan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
"Tidak apa-apa mikir,yang jelas hari Senin kita ke pengadilan mencabut, menyampaikan ke pengadilan bahwa perkara ini sudah selesai," kata dia.
Supli berharap, atas nama kemanusian kasus tersebut selesai tanpa harus berproses di pengadilan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunLombok.com/Sirtupillaili)