Satu Miliar Satu Desa Dongkrak Kesejahteraan Warga Kabupaten Bogor
Di masa pandemi, Pemerintah Kabupaten Bogor memberikan satu desa stu miliar.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS, COM, BOGOR - Pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap berbagai sektor kehidupan. Hampir semua lini mengalami penurunan kinerja, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga pendidikan.
Namun, dampak Covid-19 tak hanya dirasakan pihak swasta. Pemerintahan pun mengalaminya. Banyak agenda pembangunan terhambat karena anggaran dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Seperti apa dampak Covid-19 terhadap kondisi kesejahteraan rakyat di Kabupaten Bogor? Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Ridwan Muhibi menyebut pihaknya sudah meminta agar Pemerintah Kabupaten Bogor terus menjaga aspek pelayanan kepada masyarakat.
Bagaimana pula tanggapan DPRD terkait usul pemekaran Kabupaten Bogor Barat? Berikut petikan wawancara eksklusif Warta Kota dengan Ridwan Muhibi, belum lama ini:
Bisa diceritakan profil Anda dari masa kecil hingga menjadi anggota dewan?
Saya Ridwan Muhibi, biasa disapa Kang Bibih lahir di Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya yang berada di bawah kaki Gunung Salak, pada 17 November 1974. Saya terjun ke dunia politik pada 2004 dengan bergabung ke Partai Golkar.
Awalnya saya bergabung dengan organisasi KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) saat pemekaran Kecamatan Tenjolaya dari Kecamatan Ciampea pada 2004. Saat itu saya diminta oleh teman dan sahabat saya, tokoh pemuda di Ciampea, untuk menjadi Ketua KNPI Kecamatan Tenjolaya.
Nah, untuk jadi ketua KNPI, saya harus jadi pengurus OKP (Organisasi Kepemudaan). Lalu saya bergabung dengan AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) yang berafiliasi dengan Partai Golkar. Dengan sendirinya saya masuk Partai Golkar.
Tetapi bukan baru saat itu saya kenal Golkar. Sebelumnya saya sudah kenal karena Partai Golkar itu organisasi besar yang punya sistem, organisasi kekaryaan. Saya pun masuk Partai Golkar dan dipercaya oleh Pak Rusdy sebagai pimpinan partai untuk jadi Ketua Pengurus Kecamatan (PK) Golkar Tenjolaya.
Saat itu banyak waktu saya tersita untuk organisasi. Sebelumnya saya mengajar di beberapa sekolah dan biasa pulang jam empat sore. Begitu bergabung dengan Partai Politik jadi sering pulang malam.
Lalu minta pertimbangan istri untuk konsen di partai, ternyata dia setuju. Dia dukung saya dari awal sejak di KNPI, AMPI sampai masuk partai.
Partai lalu meminta saya untuk jadi calon legislatif tahun 2004, tapi tidak lolos. Begitu juga tahun 2014. Baru tahun 2019 saya lolos masuk legislatif. Itu berkat dukungan istri.
Saya tertarik masuk legislatif sebab kalau kita di organisasi partai, tujuannya pasti menjadi anggota dewan agar bisa memperjuangkan aspirasi rakyat.
Bicara keluarga, saya ini anak pasangan H Gus Sarifudin dan Hj Nur Aini sebagai anak sulung dari 13 bersaudara. Saya bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (SD) Tapos, lanjut ke Madrasah Tsanawiyah (SMP), dan Madrasah Aliyah (SMA) di Tenjolaya.