Anak Korban NII di Garut Konsisten Tak Sebut Siapa yang Pengaruhi Mereka
Mu menjelaskan sikap anak berubah terutama soal pandangan masa depan yakni enggan bersekolah dan memilih untuk putus sekolah
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar Sidqi Al Ghifari
TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Sejumlah anak di bawah umur jadi radikal setelah dicuci otak diduga oleh kelompok NII. Mereka jadi pembangkang pada orangtunya.
Kini, mereka sudah kembali ke pelukan orangtua.
Mu (49) salah satu orangtua anak di bawah umur yang dicuci otaknya oleh NII, menceritakan tabiat anaknya selama tersesat 2 tahun.
"Anak saya juga sikapnya berubah, lebih sering membangkang sama orangtua dalam kurun waktu dua tahun ini, kebiasaannya juga menyimpang," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Sabtu (9/10/2021).
Mu menjelaskan sikap anak berubah terutama soal pandangan masa depan. Menurutnya anaknya itu enggan bersekolah dan memilih untuk putus sekolah.
"Sejak terpengaruh paham aliran itu, anak jadi tidak mau sekolah, dia bilang tanpa sekolah pun masa depannya bisa cerah," ungkapnya.
Mu menjelaskan selama anaknya itu terpengaruh, anaknya hanya mendengarkan dan patuh ke kelompok aliran NII dan membangkang terhadap orangtua.
"Selama ini yang kami lihat ya nurutnya sama kelompok itu, anak jarang pulang ke rumah," ungkapnya.
Tangis Pecah Saat Anak-anak itu Kembali ke Orangtua
Tangis pecah dari orangtua anak yang terpapar paham radikal NII. Suasana haru tersebut terjadi saat musyawarah bersama ulama dan tokoh masyarakat di Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
GI (15) seorang anak yang mengaku telah bergabung ke kelompok NII, menangis dalam pelukan kedua orang
tuanya.
Tangisannya itu pecah seusai GI memutuskan untuk memilih kembali kepada orang tuanya dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah dua tahun ia hidup di luar dan jarang pulang.
Suasana haru itu disambut dengan kembalinya sang anak kepangkuan orang tua yang sebelumnya disebut-sebut telah dibaiat oleh kelompok radikal NII.
"Hasil dari musyawarah tersebut yaitu anak tersebut islah dan kembali kepada orang tuanya, ketika kami tanya dari mana asal dan siapa yang mengajaknya, anak itu tidak mengakui," ujar Lurah Sukamentri, Suherman saat dihubungi Tribunjabar.id, Sabtu (9/10/2021).
Suherman mengatakan pihaknya telah mencoba membujuk hingga mendesak anak tersebut untuk terbuka namun
tidak mengaku siapa orang yang telah membaiat dirinya.
"Di desak sama semua orang juga tetap tidak mengakui. jawabannya hasil dari kajian dirinya dari hasil pengalaman dirinya, begitu," ucapnya.
Saat ini puluhan anak yang terpapar paham NII di Garut sedang dalam pendampingan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya.
"Kita akan berkonsentrasi terhadap pemulihan kondisi psikis anak agar anak bisa menerima dulu kenyataan seperti ini, nanti jika anak sudah tenang maka kita akan mendapatkan apa yang kita ingin kan dalam proses penyembuhan lebih lanjut," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya Ato Rinarno.
Dari 59 orang yang terpapar paham radikal NII, pihaknya masih mendata karena angka pasti anak-anak yang
terpapar belum diketahui.
"Kita dan semuanya akan turun ke lokasi untuk mendata dari yang 59 orang ini ada berapa anak dan ada berapa
dewasa," ungkapnya.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Setelah Dicuci Otak, Anak Korban NII di Garut Konsisten Tak Sebut Siapa yang Pengaruhi Mereka