Pekerja di Jawa Tengah Minta Upah Naik 10 Persen
Para pekerja di Jawa Tengah meminta kenaikan upah sebesar 1p persen. Akankah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengabulkannya?
Editor: cecep burdansyah
"Namun kami harus menghadapi PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta turunannya. Dalam menaikkan UMP, pemerintah memiliki dua pilihan, menggunakan data inflasi atau data pertumbuhan ekonomi. Kemudian adanya batas upah tertinggi, batas upah bawah, serta PDB atau inflasi," bebernya.
Ia melanjutkan, batas atas didapat dari rata-rata konsumsi perkapita dikali rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan dibagi rata -rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja. Sedangkan upah batas bawah adalah 50 persen dari upah batas atas.
"Kalau upah batas atas lebih tinggi dari upah minimum existing, maka kemungkinan ada kenaikan. Namun apabila upah batas atas lebih rendah dari upah minimum existing, maka Gubernur dilarang menaikkan, artinya bisa jadi tidak ada kenaikan," tambahnya.
Formula KHL
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, mengatakan UMK Kota Semarang seharusnya naik 17,3 persen di tahun 2022. Kenaikan UMK tersebut berdasarkan hitungan formula yang dia terapkan.
"Kami menerapkan formula berdasarkan KHL di Kota Semarang tahun 2021 yang mencapai Rp 3.166.176,49. Kemudian kami melakukan survei di lima pasar, menambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang. Data inflasi yang kami temukan sebesar 2,71 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,6 persen. Sehingga UMK 2022 seharusnya naik menjadi Rp 3.397.623,99," bebernya.
Namun pertanyaannya apakah kenaikan UMK sebesar 17,3 persen bisa terjadi pada tahun 2022, Heru menyerahkan keputusan tersebut kepada Walikota dan Gubernur. Sebab, hanya pemerintah daerah lah yang bisa menentukan berapa jumlah kenaikan UMK dan UMP di masing-masing daerah.
Hingga saat ini KSPN Kota Semarang masih konsisten untuk menolak menggunakan PP 36 Tahun 2021, sebagai acuan menentukan UMP dan UMK. Sebab di dalam PP tersebut, ada indikator yang akan mempersulit penentuan upah yang sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak.
"Kami konsisten menolak PP 36 Tahun 2021. Itu juga yang digaungkan oleh organisasi buruh lainnya. Sebab, dengan menaikkan UMP atau UMK, bisa menaikkan daya beli masyarakat. Otomatis, pertumbuhan ekonomi nasional bisa semakin pesat. Saat ini saja untuk memenuhi kebutuhan pokok masih belum cukup, apalagi untuk kebutuhan lainnya," pungkasnya. (afn/eyf)