Kisah Kasepuhan Ciptagelar Lestarikan Padi 10 Generasi Sejak 1368 Hingga Bertahan dari Covid-19
Tanjakan curam, tikungan terjal, dan jalan tak beraspal yang hanya muat satu mobil menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai Kampung Adat yang telah
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Butuh waktu sekira dua jam perjalanan dengan mobil 4WD dari Ibu Kota Kabupaten Sukabumi Palabuhan Ratu untuk mencapai Kampung Adat Kasepuhan Cipta Gelar di kawasan Pegunungan Halimun Salak Jawa Barat.
Tanjakan curam, tikungan terjal, dan jalan tak beraspal yang hanya muat satu mobil menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai Kampung Adat yang telah ada sejak 1368 tersebut.
Gapura sederhana menyambut ketika memasuki wilayah Kampung Adat Kasepuhan Cipta Gelar.
Tampak mayoritas warga laki-laki mengenakan ikat kepala dan pakaian pangsi berwarna hitam serta warga perempuan yang mengenakan kebaya dan kain jarit di jalan-jalan atau di sekitar rumah.
Selain pemandangan pegunungan, gambaran yang khas ketika memasuki wilayah tersebut adalah bangunan seluas sekira 2 X 3 meter beratap rumbia berdinding anyaman bambu berdiri di halaman sejumlah rumah warga.
Warga menyebut bangunan tersebut Leuit yang merupakan lumbung padi.
10 Generasi Lestarikan Padi
Padi memiliki posisi penting dalam kebudayaan Kampung Adat Kasepuhan Cipta Gelar.
Selama 10 generasi, warga Kasepuhan Cipta Gelar telah melestarikan padi secara turun temurun hingga kini berjumlah sekitar 50 ribu jiwa yang 568 kampung yang tersebar di Bogor, Sukabumi, dan Banten.
"Sepuluh generasi turun temurun dari zaman dulu sampai saat ini, kita mewarisi dari leluhur itu untuk melestarikan nilai-nilai budaya menanam padi," kata Ketua Adat Kasepuhan Cipta Gelar Abah Ugi Sugriana Rakasiwi di Imah Gede Kampung Adat Kasepuhan Cipta Gelar pada Kamis (13/1/2022) malam.
Abah Ugi menjelaskan warga Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar mempunyai cara-cara berbeda dengan petani konvensional dalam melestarikan padi.
Perbedaan tersebut, kara Abah Ugi, mulai dari menanam padi, panen, hingga syukuran satu tahun sekali.
"Kita menanam padi itu cukup satu tahun satu kali saja terus hasilnya disimpan di lumbung padi untuk bekal kehidupan sehari-hari. Tidak boleh dijual belikan. Jadi ya dari zaman dulu sampai sekarang tetap kebiasaan itu diregenerasikan dari turunan ke turunan terus-terusan," kata Abah Ugi.
Rasi Bintang Kidang dan Rasi Bintang Kerti
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.