Kisah Kasepuhan Ciptagelar Lestarikan Padi 10 Generasi Sejak 1368 Hingga Bertahan dari Covid-19
Tanjakan curam, tikungan terjal, dan jalan tak beraspal yang hanya muat satu mobil menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai Kampung Adat yang telah
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Tidak jarang bahkan lampu teras rumah-rumah warga tampak masih menyala meski siang hari.
Selain itu meski mayoritas rumah warga terbuat dari bilik bambu beratap rumbia, tak sedikit juga warga yang memiliki televisi di rumahnya.
Pembangkit listrik yang telah ada sejak tahun 1989 tersebut dibuat secara swadaya oleh warga, kata Abah Ugi, di antaranya karena jauhnya lokasi tersebut dari akses listrik PLN.
Sampai sekarang Abah tetep lestarikan karena itu energi terbarukan dan ramah lingkungan. Yang penting kita menjaga alamnya mengahasilkan air, selain kita buat ke sawah kita dapat manfaatnya untuk penerangan juga.
Di sekitar Imah Gede atau semacam istana Kampung Adat Kasepuhan Cipta Gelar, tampak juga stasiun TV mandiri milik warga Ciptagelar yakni Ciga TV dan stasiun Radio Swara Ciptagelar 107.7 FM.
Selain itu, terlihat juga panel surya di atap sebuah bengkel yang terletak di lingkungan Kampung Adat.
Teknologi jaringan wifi dan internet pun telah masuk ke Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar.
Bagi pendatang, hal tersebut sangatlah bermanfaat mengingat hampir semua operator selular memiliki sinyal yang stabil di lingkungan Kampung Adat tersebut.
Abah Ugi menjelaskan ia mengembangkan jaringan internet dan wifi tersebut sejak 2009 secara mandiri.
Ia mengembangkan teknologi tersebut mengingat pentingnya komunikasi bagi dirinya dan warga dan sulitnya sinyal provider-provider besar masuk ke wilayah tersebut.
"Alhamdulillah untuk saat ini ada di enam desa di seputaran Ciptagelar dan itu dikelola oleh Kasepuhan semua, bekerja sama dengan teman-teman Internet Service Provider (ISP)," kata Abah Ugi.
Abah Ugi menjelaskan, teknologi yang dimanfaatkan di Kasepuhan Ciptagelar merupakan pilihan.
Teknologi yang ada di Kasepuhan Ciptagelar, kata Abah Ugi, dipilih hanya yang dapat memberikan manfaat bagi warga.
Sedangkan teknologi yang tidak memberikan manfaat, kata dia, sebisa mungkin dihindari.
Mengingat pentingnya perkembangan teknologi sekaligus pelestarian adat dan tradisi, Abah Ugi pun tetap menaruh perhatian kepada generasi penerus Kasepuhan Ciptagelar.
Baca juga: Antusiasme Membeludak, Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Minta Pemerintah Tambah Pasokan Vaksin
"Yang paling penting itu sebenarnya kita sebagai orang tua ke nanak-anak itu cuma menjelaskan mana baiknya, mana sisi buruknya. Kalau kita sudah jelaskan ya semuanya dikembalikan kepada warga, sama anak-anak kita. Yang penting kan kita kasih tahu bahwa plus minusnya itu dampak teknologi itu seperti ini," kata Abah Ugi.
Menjaga Diri Dari Pandemi
Meski lokasinya relatif jauh dari pusat keramaian kota, bukan berarti warga Kasepuhan Ciptagelar tidak terdampak dengan pandemi covid-19.
Untuk itu, Abah Ugi, membatasi arus hilir mudik warga ke kota saat awal pandemi covid-19 terjadi.
Abah Ugi mengatakan, dampak yang cukup terasa bagi warga adalah dampak ekonomi mengingat transaksi ekonomi dengan orang-orang kota menjadi terbatas.
Sedangkan dampak kesehatan, kata dia, tidak terasa mengingat lokasi mereka yang berada di pegunungan.
Bahkan, kata dia, hingga saat ini ia belum pernah mendengar adanya warganya yang terpapar covid-19.
"Pas covid pertama kita ikut juga Prokes, dan sebagainya, termasuk vaksin kita juga ikut. Dan istilahnya yang paling penting itu hilir mudik dari kota ke kampung itu dibatasi sama Abah. Biar penyebarannya tidak masuk ke wilayah kita. Dan alhamdulillah untuk saat ini tidak pernah terdengar di wilayah Abah masalah covid," kata Abah Ugi.