VIRAL Pedagang di Lampung Barat Buang 1.500 Kilogram Tomat, Ini Fakta-Faktanya
Pria berusia 32 tahun itu mengatakan, tidak pernah bermaksud untuk membuang tomat-tomat tersebut
Editor: Eko Sutriyanto
"Di Lampung Barat kan belum ada perusahaan pengolahan tomat," ungkapnya.
Setidaknya Marwan mengharapkan Pemkab Lampung Barat dapat menjadi jembatan bagi para pengepul maupun petani tomat untuk bisa bekerja sama dengan suatu perusahaan yang memproduksi hasil pengolahan tomat.
"Kalau kayak kita pengusaha di sini kan sulit untuk menembus itu," ujarnya.
"Semoga itu bisa direalisasikan," harap Marwan.
Untuk para petani tomat sendiri, ia berpesan agar jangan merasa jera untuk menanam tomat.
"Ya jangan kapok menanam tomat. Ya memang seperti itu. Kadang ketemu mahal, kadang ketemu murah. Itu sudah biasa," pesan Marwan.
Ia menilai, jika diterapkan sebuah mekanisme khusus kepada para petani sayur, kemungkinan dapat menstabilkan harga sayur.
Namun, ia menganggap, hal itu sulit untuk diterapkan.
"Jadi misalnya di Kecamatan Balik Bukit ini ada sejumlah desa. Seharusnya, di tiap desa petaninya menanam jenis sayur yang berbeda," jelas Marwan.
"Desa A misalnya menanam tomat, Desa B menanam cabai, Desa C menanam kol atau sawi," imbuhnya.
Jika demikian, hasil panennya tidak akan berbarengan atau jika berbarengan pun menghasilkan panen dengan jenis sayur yang berbeda.
"Sehingga tidak akan terjadi overproduksi yang menyebabkan harga sayur anjlok di pasaran," terangnya.
"Tapi kalau di sini kan petaninya ikut tren harga. Kalau harganya lagi mahal, ya itu yang ditanam. Susah untuk diterapkan," tutup dia.
Sementara itu, seorang petani tomat bernama Ardiyanto mengaku, dirinya tidak begitu mengetahui soal anjloknya harga tomat.
"Saya ini kan cuma pekerja. Saya bekerja sama pemilik kebun," ujar Ardiyanto.
"Jadi, saya gak begitu paham soal harga tomat sekarang ini," sambungnya.
Tanaman apa pun yang ingin ditanam oleh pemilik kebun, dirinya akan menanamnya tanpa bertanya soal harganya.
"Tapi, kalau harga tomat per kilogramnya Rp 500 itu ya pasti rugi," katanya.
"Orang kita beli kotak tomatnya aja Rp 15.000 per kotak," tambah Ardiyanto.
Ardiyanto sendiri menanam tomat di lahan sekira setengah hektare dengan hasil panen biasanya berkisar 1 hingga 1,5 ton.
Perihal fenomena sejumlah tomat yang dibuang tersebut, dirinya mengira, hal itu terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara pengeluaran atau biaya operasional dengan pendapatan yang diterima.
"Yang dibuang itu mungkin ya gak sesuai pendapatan sama operasionalnya," pungkasnya. ( Tribunlampung.co.id / Nanda Yustizar Ramdani )
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Kisah di Balik Aksi Viral Petani di Lampung Barat Buang 1,5 Ton Tomat