Nyali Pemuda di Boyolali Produksi Gamelan, Buka Lapangan Kerja, Tepis Stigma Tak Modern
Di usia yang relatif muda, Fajar sukses membangun usaha produksi gamelan yang ia rintis secara mandiri sekitar 3 tahun lalu.
Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
Selain gaji, Listyanto juga mendapat uang lembur saat pesanan sedang meningkat.
Pemuda 28 tahun ini mengaku betah bekerja dengan Fajar karena selain gaji yang diperoleh cukup memadai, ia juga diperlakukan dengan baik sebagai karyawan.
“Selain karena pekerjaanya tidak berat, Pak Fajar orangnya ngerti sama karyawan. Berbeda dari yang lain-lain. Sifatnya merangkul,” ungkap pemuda asal Sawit, Boyolali ini.
Bangkit dari terpaan pandemi, diganjar penghargaan
Tak berbeda dengan banyak usaha lainnya, usaha produksi gamelan Fajar juga terdampak Pandemi Covid-19.
Badai Pandemi itu datang saat usaha produksi gamelan Fajar baru berjalan sekitar satu tahun.
Sebelum Pandemi, Fajar sudah menerima banyak order.
Karena adanya Pandemi, sejumlah pemesan yang mayoritas berasal dari instansi pemerintah dikurangi secara mendadak karena adanya pengalihan anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19.
“Pekerjaan saya kan banyak dari dinas-dinas. Pemerintah sudah order, tiba-tiba ada pandemi sehingga beberapa anggaran dipangkas untuk Covid. Dari situlah yang awalnya order 10, akhirnya order 5. Padahal kita sudah ready 10. Akhirnya yang 5 ini mangkrak,” ungkapnya.
Akibat Pandemi, omzet Fajar menurun drastis hingga tinggal 30 persen.
Pukulan terberat itu ia rasakan pada gelombang pertama Covid-19.
Lantaran pendapatannya menurun drastis, Fajar pun terpaksa merumahkan sementara separuh karyawannya.
Keputusan ini ia ambil agar usahanya tetap berjalan.
“Usaha gamelan tetap jalan, tapi saya mengurangi karyawan yang biasa saya pekerjakan. Saya kurangi jadi separuhnya. Yang saya pakai tetap karyawan inti. Sisanya saya kasih pengertian kalau keadaanya seperti ini dan pekerjaan harus jalan, mau tidak mau harus mengurangi karyawan,” ujarnya.
Setelah diterpa Pandemi, perlahan usaha produksi gamelan Fajar berangsur-angsur membaik.
Omzetnya saat ini sudah naik mesti belum 100 persen seperti saat sebelum terjadinya pandemi.
Para pekerja yang sempat ia rumahkan juga sudah diperkerjakan kembali.
“Sekarang karyawan sudah balik. Omzet sekarang sudah membaik, sudah ke 70 persen. Belum 100 persen memang karena masih ada pemotongan anggaran untuk Covid-19,” ujarnya.
Tak hanya diterpa Covid-19, Fajar juga mengalami berbagai kendala dan tantangan dalam mengembangkan usahanya.
Mulai dari pernah merugi, pembayaran yang molor hingga pesanan tidak dibayar.
Namun, hal itu tidak membuatnya menyerah.
Fajar juga harus pandai-pandai mengatur modalnya lantaran usaha produksi gamelan membutuhkan modal besar.
Pasalnya, sebagian sebagian pesanan gamelan datang dari instansi yang hanya berbekal surat kontrak dan tanpa uang muka di awal.
“Yang cukup terasa itu saat ada pesanan, tetapi tidak ada uang muka. Jadi kita harus mencukupi lebih dulu. Kadang kita harus cari-cari pinjaman ke berbagai lembaga pembiayaan,” ungkapnya.
Atas usahanya membuka lapangan pekerjaan serta melestarikan budaya, Fajar mendapatkan penghargaan dari PT Astra Internasional Tbk.
Ia terpilih sebagai penerima apresiasi Satu Indonesia Awards Tingkat Provinsi pada 2021 lalu.
Fajar mengaku, awalnya ia tidak percaya saat dinyatakan sebagai pemenang.
Hal ini karena ia baru pertama kali mengikuti kompetisi itu.
Selain itu, materi yang ia tampilkan juga tidak sebagus peserta lain yang menurutnya lebih berpengalaman.
“Di situ saya menyampaikan bagaimana cara anak muda mau melestarikan budaya Indonesia terutama di gamelan dan menonjolkan bagaimana kita sebagai pemuda supaya mempunyai pemikiran untuk tidak bergantung sama orang lain. Kita sebagai pemuda harus bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri,” pungkasnya. (*)