Kasus Mutilasi 4 Warga di Mimika Papua, Total 3 Anggota TNI AD Dihukum Penjara Seumur Hidup
Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi sudah terlebih dahulu divonis pidana seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Militer III-19, Jayapura.
Editor: Dewi Agustina
Potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam enam karung yang lantas dibuang ke Sungai Pigapu.
Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan saat sidang vonis terhadap Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi di Pengadilan Militer III-19, Jayapura, Papua, Selasa (24/1/2023) memaparkan, Helmanto selaku Komandan Detasemen Markas Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo tidak berada di lokasi saat terjadi pembunuhan empat korban.
Akan tetapi, Helmanto terlibat dalam perencanaan pembunuhan sejak 19 Agustus 2022 dan mendapatkan bagian dari hasil perampasan uang korban.
"Helmanto terbukti bersama tujuh orang lainnya terlibat dalam aksi perencanaan pembunuhan empat korban dan menerima uang senilai Rp 22 juta. Ia pun yang memberikan instruksi bagi Kapten Inf Dominggus Kainama untuk menghabisi nyawa empat korban jika melawan saat ditangkap," kata Sultan.
Sementara salah satu terdakwa dari anggota TNI, Kapten DK, meninggal dunia di RS Dian Harapan Jayapura karena sakit, pada 24 Desember 2022.
Kasus mutilasi ini mendapat perhatian Panglima TNI, Komisi I DPR hingga Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Oknum Anggota TNI Terdakwa Kasus Mutilasi 4 Warga Mimika Meninggal, Berikut Perjalanan Kasusnya
Koalisi Masyarakat Sipil Apresiasi Keputusan Pengadilan Militer
Koalisi masyarakat sipil menyambut baik keputusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura itu.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, mengatakan keputusan ini belum berkekuatan hukum tetap.
"Meskipun belum in kracht van gewijsde, putusan ini bisa menjadi angin segar bagi perjuangan keluarga korban dan masyarakat Papua umumnya," ujarnya mewakili koalisi masyarakat sipil melalui siaran pers, Jumat (17/2/2023).
Menurut Rivanlee Anandar, hukuman terhadap empat prajurit TNI AD itu tergolong berat.
Bahkan, ia menyebut majelis hakim berani untuk memutus perkara tanpa terikat pada tuntutan oditur militer.
Putusan tersebut, menjadi preseden yang cukup baik dalam penegakan hukum di Papua lantaran masih ada kekerasan terhadap warga sipil yang dilakukan aparat TNI dan Polri.
Putusan yang sama, sudah semestinya dapat menjadi acuan empat terdakwa sipil yang sedang proses persidangan di Pengadilan Negeri Timika, Papua Tengah.