Cerita di Balik Desa di Kediri Larang Aparat Pemerintah, TNI-Polri hingga Priyayi Masuk
Aturan mengenai larangan aparat dan priyayi untuk masuk itu tertera di depan gang. Kepercayaan itu terbangun dari sebuah cerita turun-temurun.
Editor: Muhammad Zulfikar
Dahulu, kata dia, ada seorang putri bernama Ambarsari yang hendak dipinang oleh seorang pejabat.
Ambarsari yang menolak lalu melarikan diri dan bersembunyi di dusun itu.
Untuk melindungi diri, Ambarsari berujar bahwa siapa pun pejabat yang masuk kawasan dusun akan menerima konsekuensi, salah satunya perihal karir.
Meski demikian, kata Kades, larangan itu hanya berlaku pada aparat dan pejabat dengan jabatan tinggi saja.
Seperti golongan pemerintahan setingkat camat ke atas, golongan keamanan mulai dari kepala kepolisian sektor (Kapolsek) ke atas, serta komandan koramil ke atas untuk militer.
Sehingga untuk jabatan seperti dirinya selaku kepala desa, masih tetap leluasa keluar masuk wilayah dusun Setono untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya.
"Kalau saya kan masih di bawah camat, jadi enggak apa-apa," ungkapnya.
Sekretaris Kecamatan Ngadiluwih Nadlirin mengatakan, layanan pemerintahan di wilayah Dusun Setono tetap berjalan baik, meski adanya larangan turun-temurun tersebut.
"Aktivitas dan layanan tetap berjalan. Tinggal menyesuaikan saja," ujar Nadlirin, Rabu (23/8/2023).
Dia mencontohkan, penyelesaian yakni dengan mendelegasikan tugas-tugas camat yang berhubungan dengan wilayah tersebut kepada pegawai di bawahnya.
Sedangkan koordinasi bisa dilakukan di balai desa.
Baca juga: KPU Butuh Armada dan Peralatan TNI-Polri Untuk Distribusi Logistik Pemilu ke Daerah Rawan Konflik
Pihaknya tetap menghormati kepercayaan masyarakat.
Dia menilai hal itu sebagai salah satu kekayaan tradisi dan kearifan lokal yang harus tetap dipelihara.
"Itu sekaligus sebagai pengingat bagi kita semua abdi negara agar senantiasa membawa diri dengan baik dan menjauhi sikap-sikap tercela." pungkasnya.