Soal Tragedi Kecelakaan Maut di Ciater Subang, Sejumlah Pihak Minta Study Tour Dilarang
Setelah terjadi kecelakaan maut bus yang menewaskan belasan orang, sejumlah pihak melarang atau melakukan evaluasi tentang adanya study tour.
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Setelah terjadi kecelakaan maut bus yang menewaskan belasan orang, sejumlah pihak melarang atau melakukan evaluasi tentang adanya study tour.
Salah satu yang menyoroti hal tersebut adalah Dedi Mulyadi.
Ia menuturkan, kegiatan di luar sekolah seperti study tour harus dievaluasi.
Pasalnya, tak ada jaminan keselamatan pada siswa.
Tidak hanya itu kegiatan tersebut pun banyak dikeluhkan karena beban pembiayaan.
“Kemudian bus yang digunakan selalu dipilih yang harga murah, kalau murah pasti kualitasnya ada yang di bawa standar,” ujar Dedi saat meninjau bangkai bus Putera Fajar di Terminal Subang, Senin (13/5/2024).
Dari hasil peninjauan yang dilakukan bersama pihak kepolisian dan Kemenhub didapati fakta bahwa bus tersebut sudah berusia tua namun di-upgrade kembali. Selain itu KIR dari bus tersebut pun sudah lewat masa berlakunya.
“Kemudian sopir bus juga sudah ada tanda-tanda bahwa ketika di rumah makan di atas, busnya dalam kondisi bermasalah tapi selalu memaksakan akhirnya terjadi seperti itu,” ujarnya.
Atas dasar itu pria yang biasa disapa KDM berharap pemerintah melakukan evaluasi total terhadap dua hal.
Pertama, melarang sekolah membuat kegiatan apapun yang ujungnya adalah piknik. lebih baik kegiatan dilakukan di sekitar sekolah.
Kedua, meminta Kemenhub membuat aturan tegas pada mobil yang dianggap sudah tidak laik jalan agar tidak di-upgrade atau modifikasi dalam bentuk apapun.
Baca juga: VIDEO REKAMAN Maut Kecelakaan Bus Wisata SMK Lingga Kencana, Terdengar Takbir hingga Tangisan
“Karena kita tahu sendiri warga itu senang yang casingnya bagus, dibanding dengan yang dalamnya (mesin) bagus,” ujarnya.
Ia yakin jika pemerintah tegas maka peraturan itu akan dituruti oleh semua pihak. Seperti halnya saat KDM menjadi Bupati Purwakarta melarang sekolah membuat kegiatan study tour.
“Taat tidak taat itu tergantung ketegasan. Dulu saya saat jadi bupati melarang dan ditaati, bahkan sampai sekarang Disdik Purwakarta masih tegas melarang,” katanya.
Terakhir, pria yang identik dengan iket putih itu pun meminta Polri dan Kemenhub untuk mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PO bus sehingga menyebabkan banyak korban jiwa.
“Saya meminta pihak kepolisian dan Kemenhub untuk mengusut tuntas berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh PO bus ini. Jangan sampai kejadian serupa kembali terjadi dan memakan korban lain,” ujar Kang Dedi Mulyadi.
Seperti diketahui bus Putera Fajar yang mengalami kecelakaan tersebut telah berusia tua. Hanya saja bus tersebut telah mengalami berbagai modifikasi dan upgrade pada bagian bodynya. Tidak hanya itu, bus pun dibuat lebih tinggi dari ukuran standard agar terlihat lebih kekinian.
Kata Pengamat
Pengamat pendidikan Ubaid Matraji meminta sekolah untuk menghapus semua kegiatan yang di luar sekolah, apalagi yang memungut dana dari siswa, semisal acara perpisahan sekolah, study tour, atau wisuda, yang menurutnya tidak memiliki manfaat pada meningkatkan pendidikan dan pembelajaran.
Ubaid mengatakan, semua kegiatan sekolah harus berkontribusi dengan pembelajaran di sekolah.
"Jangan membuat acara-acara yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan, dengan pembelajaran, justru memperberat orang tua," ujarnya, Minggu (12/5).
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini menuturkan, daripada menggelar kegiatan study tour atau wisuda dimana sering dikeluhkan memberatkan orang tua karena memungut biaya yang tidak sedikit, sekolah harusnya fokus untuk membina minat dan bakat anak semaksimal mungkin.
Mengembangkan karakter siswa dengan baik dan mempersiapkan para siswa agar jadi pribadi tangguh di tengah masyarakat.
"Jangan gelar acara foya-foya, tidak semua orang tua murid memiliki ekonomi yang bagus untuk membayar kegiatan itu. Apalagi saat siswa tidak ikut kegiatan ada diskriminasi yang dilakukan misalkan mengancam surat kelulusan tidak dikeluarkan atau bahkan menahan ijazah," kata Ubaid.
Dengan demikian, ia mendorong agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengeluarkan kebijakan melarang sekolah menyelenggarakan kegiatan study tour.
"Itu kegiatan akal-akalan sekolah dan komite sekolah, yang kemudian dikait-kaitkmkan dengan kegiatan sekolah. Kenapa harus keluar sekolah, harus keluarkan dana, orang tua sampai berutang? Jadi sebenarnya wisuda, study tour itu tidak ada hubungannya sama pendidikan, sama pembelajaran," ujarnya.
Namun, Executive Director Center for Education Regulations & Developent Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji menilai bahwa kegiatan study tour tak dapat dilihat secara hitam-putih, alias sebatas benar dan salah.
Namun, diakuinya, kegiatan tersebut memang berpotensi dimanfaatkan untuk menggali keuntungan komersial bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut biasanya mengambil keuntungan dengan membebankan biaya mahal dalam kegiatannya.
"Ada yang memang untuk kepentingan oknum-oknum pejabat sekolah, kepentingan komersial, nyari duit. Kalau itu saya tolak," ujarnya.
Selain keuntungan pribadi bagi oknum-oknum, tak jarang praktik kegiatan seperti study tour dilakukan untuk menutupi anggaran sekolah yang kurang. Hal itu layaknya tambal sulam anggaran untuk operasional sekolah.
Padahal, orang tua/wali murid kerap diberatkan dengan harga kegiatan yang harus dibayarkan.
"Banyak sekarang sekolah, termasuk sekolah negeri, itu mengadakan study tour tujuannya adalah dari sisi komersial, buat cari duit. Dan itu sering memberatkan orang tua. Entah untuk nutupi anggaran-anggaran yang enggak ketutup, banyak kegiatan yang enggak bisa dibayarkan," ujar Indra.
Jika kegiatan study tour dibuat dengan tujuan komersial seperti itu, maka jelas tidak dibenarkan. Sebab sudah pasti pihak sekolah akan mencari harga vendor termurah untuk menunjang kegiatan tersebut.
Pada akhirnya, harga murah itu beriringan dengan risiko keselamatan yang mesti ditanggung.
"Bisa jadi kalau hubungannya dengan SMK ini (Lingga Kencana Depok) ya nyari kendaraan yang paling murah, yang kualitasnya dipertanyakan. Akhirnya kan dapat yang paling murah, tapi remnya blong, akhirnya nyawa hilang. Saya bukan menuduh, tapi itu kan salah satu hal yang mungkin terjadi," katanya.
Meski demikian, hal itu tak lantas membuat study tour harus sepenuhnya ditiadakan. Menurut Indra, tetap ada sisi positif yang dapat diambil dari kegiatan study tour.
Satu di antaranya, dapat membuka wawasan siswa/siswi lebih baik.
"Misalnya selama ini mereka hanya tinggal di lingkungan kumuh di Jakarta atau di Jabodetabek. Terus akan ada sebuah kenangan yang indah kalau dia bisa lihat tempat tempat wisata dan lain sebagainya. Itu cara pandang yang positif," katanya.
Namun untuk mencapai tujuan positif itu, tentu perencanaan hingga eksekusinya mesti dilakukan dengan baik. Untuk itulah, ujarnya, kegiatan study tour oleh sekolah-sekolah di Indonesia mesti dievaluasi, mulai dari desain atau perencanaan hingga pelaksanaan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Imbas Kecelakaan Ciater, Dedi Mulyadi Minta Pemerintah Larang Study Tour, Usut Pelanggaran PO Bus dan Buntut Kecelakaan Maut di Ciater, Subang, Jawa Barat, Pengamat: Study Tour Sebaiknya Dievaluasi