Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah Prihatin Pembahasan RUU Bahasa Daerah Ditunda, Siapkan Aksi
Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah merasa prihatin dengan ditundanya pembahasan Rancangan Undang-Undang Bahasa Daerah.
Editor: Muhammad Barir
Apabila tidak ada kebijakan berupa regulasi dari pemerintah, lambat laun kondisi semua bahasa daerah akan ditinggalkan oleh penutur jatinya. Hal ini mengingat berbagai pengaruh dari luar yang sulit dibendung, terutama dengan masifnya teknologi digital.
Sejak tahun 2023, baik DPD maupun kementerian, terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi, sudah membahas RUU Bahasa Daerah secara intensif.
Namun, sungguh mengecewakan ketika Komisi X memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Bahasa Daerah dengan berbagai alasan, terutama waktu yang singkat.
DPR memang menyatakan bahwa pembahasan RUU Bahasa Daerah hanya ditunda.
RUU ini akan dilanjutkan oleh DPR dan pemerintah periode 2024— 2029.
Namun, janji tersebut belum tentu terealisasi mengingat suasana, kepentingan, dan perhatian anggota DPR pasti akan berbeda lagi.
Perlu diingatkan bahwa RUU Bahasa Daerah yang telah dibahas ini pun bukan inisiatif DPR, melainkan DPD.
Untuk itu, kami atas nama Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah yang terdiri dari penulis, sastrawan, guru, aktivis bahasa daerah, dan penutur jati bahasa daerah, menyatakan keprihatinan terhadap DPR RI.
Untuk itu, kami mendesak: DPR dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kemunduran bahasa daerah di masyarakat yang terus-menerus.
Hal ini karena tidak ada komitmen dalam menyelesaikan RUU Bahasa Daerah menjadi UU sebagai upaya pelindungan bahasa daerah;
DPD RI untuk menyatakan sikap politik terhadap dihentikannya pembahasan RUU Bahasa Daerah, dan terus berjuang untuk mewujudkan RUU Bahasa Daerah menjadi UU;
Presiden Jokowi untuk membuka kembali pembahasan RUU Bahasa Daerah sampai selesai sebagai legasi Pemerintahan Jokowi.
Pemerintahan era Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka dan DPR periode 2024-2029 untuk memperhatikan nasib bahasa daerah agar dihormati dan dipelihara sebagaimana Pasal 32 ayat (2): “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, dan menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.