Komnas Perempuan: Kasus Pengasuh Ponpes Nikahi Santriwati Tanpa Izin Ortu di Lumajang Masuk TPKS
Komnas Perempuan menegaskan kasus pengurus ponpes yang menikahi santriwati secara siri di Lumajang masuk TPKS.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi buka suara terkait kasus pengasuh pondok pesantren (ponpes) yang nikah siri dengan santriwati tanpa izin orang tua di Lumajang.
Siti Aminah menegaskan kasus ini masuk dalam tindak pidana kekerasan seksual, khususnya terkait pemaksaan perkawinan yang tertuang dalam Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS.
"Kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, khususnya tindak pidana pemaksaan perkawinan yang dilarang dalam Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Siti Aminah kepada Tribunnews.com, Minggu (30/6/2024).
Berikut isi dari Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS:
(1) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan.
(2) Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. perkawinan Anak;
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.
Siti Aminah juga menyebut pelaku juga telah melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
Alhasil, dia merekomendasikan agar kepolisian menerapkan kedua undang-undang tersebut kepada pelaku.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Lumajang Jadi Tersangka Kasus Pernikahan Anak, Keberadaannya Misterius
Selain itu, sambungnya, diharapkan pula agar pihak kepolisian untuk memulikan kondisi korban.
"(Pelaku) juga melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Anak, yaitu melakukan persetubuhan dengan seorang anak."
"Karenanya kami merekomendasikan kepolisian menerapkan UU Perlindungan Anak dan UU TPKS dalam kasus ini, dan merujuk korban ke lembaga layanan pemulihan korban di Lumajang.
Lebih lanjut, Siti Aminah mendukung langkah orang tua korban dengan melaporkan pengurus ponpes yang menikahi anaknya tanpa sepengetahuan mereka ke polisi.
Selain itu, sambugnnya, Komnas Perempuan turut menghormati proses hukum yang ada pasca penetapan tersangka terhadap pengurus ponpes.
"Komnas Perempuan mendukung Langkah dari orangtua korban untuk mendapatkan hak atas keadilan dan pemulihan dari anak perempuannya yang dipaksa menikah oleh pengurus pesantren, yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak untuk mendapatkan Pendidikan."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.