Ini Sejarah Kemunculan Oro-oro Kesongo di Blora yang Meletus Lagi dan Bikin Warga Sesak Napas
Fenomena ini, menurutnya, bisa berulang di masa akan datang. Sebab, jika melihat proses alam selalu akan berulang.
Editor: willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kawah Oro-oro Kesongo di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada Sabtu (30/12/2024) dengan 3 kali letusan. Hingga Rabu(4/12/2024) Oro-oro Kesongo masih meletus. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Blora mengimbau masyarakat untuk tidak beraktivitas di sekitar Kawah Oro-oro Kesongo selama tujuh hari kedepan.
Baca juga: Viral Letusan Kawah Oro-oro Kesongo di Blora, Warga Alami Sesak Napas Akibat Hirup Gas Beracun
Oro-oro Kesongo bukan kali ini saja meletus. Hal tersebut sudah terjadi sejak tahun 2009 dan tahun 2013.
Pakar Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Salahuddin Husein, Ph.D menyebut Gunung Lumpur Kesongo atau Oro-oro Kesongo hanyalah bagian dari Kompleks Gunung Lumpur Kradenan, dengan puluhan gunung lumpur lain muncul pada area yang luas, seperti Kuwu, Medang, Crewek, Cangkingan, Medang dan Banjar Lor.
Ke arah timur ada juga gunung lumpur lain bermunculan, Denanyar, Gresik, Dawarblandong, Penganson, Sidoarjo (Lusi), Porong, Gunung Anyar, Kali Anyar, Pulungan, hingga ditemukan di dasar Selat Madura. Kemunculan bagian tengah Pulau Jawa bagian timur yang berupa gunung lumpur tersebut adalah fenomena yang jamak terjadi.
“Gunung lumpur atau mud volcanoes adalah fenomena lazim pada cekungan sedimentasi yang mengalami pengendapan secara cepat dan pada daerah yang secara tektonik aktif,” ujarnya dikutip dari situs resmi ugm.ac.id, Rabu(4/12/2024).
Baca juga: Beda dengan Korut yang Benci Israel Setengah Mati, Mengapa Korea Selatan Tolak Akui Palestina?
Dengan menggunakan data seismik eksplorasi migas, kata Salahuddin, terhitung laju pengendapan Formasi Tawun yang kaya kandungan lumpur mencapai 700 meter per juta tahun. Ini merupakan nilai paling tinggi untuk kawasan sekitar, demikian pula dengan deformasi tektonik yang dialami formasi tersebut yang mencapai rasio regangan 0,7, juga merupakan angka tertinggi di kawasan tersebut.
“Meski gempa bumi besar jarang terjadi, tercatat beberapa gempa bumi kecil (skala intensitas ≤ 3) pernah terjadi menyebar beberapa tahun silam,” katanya.
Menurutnya, daerah utara Jawa Tengah hingga Jawa Timur merupakan rangkaian perbukitan yang diberi nama Zona Rembang, atau sering disebut sebagai Zona Perbukitan Kapur Utara, karena banyaknya perlapisan batu gamping/batu kapur di kawasan tersebut.
Baca juga: Bencana Tanah Bergerak di Cianjur Bikin 35 Rumah Warga Rusak Parah
Zona Rembang ini dibagi dua, Perbukitan Rembang Utara dan Perbukitan Rembang Selatan, dan permukaan keduanya dipisahkan oleh lembah Sungai Lusi, sedangkan di bawah permukaan keduanya dibangun oleh beberapa patahan anjak yang mengangkat perlapisan batuan lebih tinggi daripada sekitarnya.
Gunung Lumpur Kesongo sendiri terletak di Zona Perbukitan Rembang Selatan, pada puncak struktur antiklin Gabus. Tekanan kompresif dari patahan-patahan anjak tersebut memengaruhi kekuatan batuan di sekitarnya, terlebih bagi lapisan-lapisan lumpur yang masih lunak dan belum membatu di Formasi Tawun.
“Getaran-getaran dan gempa-gempa yang merambat melalui patahan dan batuan, akan semakin memperbesar tekanan yang diterima oleh lapisan lumpur, menyebabkan semakin berkurangnya kekuatan geser antar butiran lumpur, memaksa dan mendorong mereka untuk bergerak ke atas menuju tekanan yang lebih rendah. Pergerakan ke atas ini membentuk pipa lumpur (mud diapir), yang bila mampu menembus permukaan bumi akan menjadi gunung lumpur (mud volcano),” jelasnya.
Baca juga: Diamuk Warga, Para Menteri Kabinet Korsel Resign Massal, Presiden Yoon Terancam Dimakzulkan
Salahuddin menjelaskan munculnya lumpur ke permukaan, menyebabkan kekosongan pada rongga yang semula dilaluinya, sehingga permukaan di sekitar kemunculan gunung lumpur tersebut akan amblas, turun membentuk depresi melingkar (depresi kaldera). Semakin besar volume lumpur yang keluar, semakin besar pula area amblesnya.
“Gunung Lumpur Kesongo memiliki depresi amblesan yang paling besar dibandingkan gunung-gunung lumpur lain di Kompleks Kradenan, dengan diameter 1,3 km dan menempati area 135 hektare. Aktivitas semburan lumpur menyebabkan tidak ada pohon yang mampu tumbuh di dalam depresi kaldera Kesongo, hanya rerumputan dan semak belukar saja yang mendominasi sehingga masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai Oro-oro Kesongo, tempat yang banyak rumput untuk menggembalakan ternak,” terangnya.
Menurut Salahuddin gunung lumpur yang menyebabkan kaldera seluas itu kini sudah hilang, digantikan oleh berbagai kerucut lumpur (griffon) dan genangan lumpur (salsa) di sekitarnya. Saat ini salsa yang aktif terisi lumpur basah menempati sisi barat, dengan diameter diameter 0,3 km dan area 8 hektar.