Pedalaman Wamena di Lembah Baliem, Papua, Inilah Anugerah Tuhan di Ujung Timur Indonesia
Tak ubahnya gejala optik di langit, Papua menawarkan budaya dan bentang alam heterogen, mulai dari perairan dangkal, pesisir, hingga pegunungan.
Editor: Malvyandie Haryadi
Seorang rekan pejalan pernah berseloroh, “Janganlah bilang sudah sampai di Papua kalau Anda belum pernah ke Wamena.” Mengapa begitu? Berada di wilayah Baliem—lembah besar di ketinggian 1.600 meter, Wamena bak pusat peradaban yang berbentuk mangkuk lonjong.
Sekeliling kota berpagarkan bukit dan gunung.
Tempat ini menjadi pintu masuk atas petualangan yang mengasyikkan di wilayah Pegunungan Tengah—daerah yang mungkin paling terakhir mengadakan kontak dengan dunia luar di Papua.
Apabila sudah tiba di Wamena, janganlah berdiam diri di pusat kota.
Cobalah pergi ke wilayah pedalaman yang berada di sekelilingnya.
Para seniman ukir suku Kamoro disebut maramowe. Dan, tidak semua warga Kamoro bisa menjadi maramowe. (Maulana Bachri/Kompas TV)
Ada sejumlah pilihan rute trekking di seputar Wamena.
Waktu tempuhnya, satu sampai dua jam berjalan kaki.
Mulai dari Aikima-Suroba; Kurulu-Air Garam; Asotipo-Air Garam Kuantapo hingga Hepuba-Muara Kali Uwe di Sungai Balim.
Saat ini, ada kisah perjalanan yang populer hingga sekarang: ke arah tenggara kota Wamena. Rute ini bermula dari Distrik (setingkat kecamatan) Kurima yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Yahukimo.
Sajian utamanya, mengamati budaya masyarakat setempat.
Martin Hardiono, Pandji Nuariman dan Freddy Narabang—pejalan yang kerap bolak-balik ke Tanah Papua—pernah mengisahkan pengalaman mereka menjelajahi pedalaman Wamena.
Rasa lelah mereka terobati oleh panorama sabana, honai, dan kebun ipere (ubi jalar). Bukit-bukit berjajar seakan saling unjuk keindahan kepada kami.
Bonus lainnya, tebing berbatu yang menjulang. Bebatuan itu tampak bagaikan batu asah.
Mereka juga sempat singgah di perkampungan warga. Usai berfoto bersama dan menyalami mereka, mereka meneruskan perjalanan.