Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ichsanuddin Noorsy: Panama Papers Wajah Lain dari Kegagalan Pemerintahan

Di Islandia, Perdana Menteri David Gunnlaugsson mengundurkan diri karena kemarahan yang meluas dari masyarakat.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Ichsanuddin Noorsy: Panama Papers Wajah Lain dari Kegagalan Pemerintahan
TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Ekonom, Ichsanuddin Noorsy 

 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Beredarnya 11,5 juta dokumen Panama Papers yang berisi tentang perusahaan off shore dan rekening individu kaya-raya telah mengundang reaksi berbagai kalangan.

Di Islandia, Perdana Menteri David Gunnlaugsson mengundurkan diri karena kemarahan yang meluas dari masyarakat.

Di RRC, dokumen yang mengemukakan tentang kekayaan orang-orang dekat Xi Jinping dan petinggi RRC dibantah dan dipandang bias.

Di Rusia, bocornya dokumen itu dipandang sebagai bagian penting dari perang ekonomi yang menyerang reputasi dan kredibilitas orang-orang dekat Vladimir Putin.

Presiden AS Barack Obama sendiri bereaksi tentang pentingnya melakukan reformasi perpajakan internasional setelah diketahui ada 200 orang AS yang namanya disebut dalam dokumen itu.

Di Indonesia, respon muncul dari PPATK, Menkeu. Tanpa menyebut di mana tepatnya lokasi penyimpanan uang orang Indonesia di luar negeri, PPATK mengatakan, sejak lama mengantongi data transaksi orang Indonesia, sebagian termasuk dalam dokumen Panama Papers.

Aset orang Indonesia di luar negeri sendiri melebihi Rp11.400 triliun. Dalam dokumen Panama Papers, terdapat 2.961 orang Indonesia yang berkaitan dengan sejumlah perusahaan offshore.

Berita Rekomendasi

Karena yang disebut adalah aset, belum tentu bentuknya adalah uang. Bisa jadi berbentuk saham, kepemilikan surat utang, tanah dan bangunan seperti apartemen, industri, atau segala sesuatu yang bisa dinilai dengan uang.

Praktek seperti ini untuk Indonesia gencar dilakukan sejak liberalisasi sektor perbankan Oktober 1988. Makin liberalnya perbankan, maka makin tinggi lalu lintas uang berpindah dari satu negara ke negara lain.

Jauh sebelum krisis moneter 1997/1998, betapa banyak perbankan nasional menawarkan penempatan dana nasabah di Cayman Island, British Virgin Island, Swiss, Panama dan beberapa tempat lain yang menjanjikan keamanan, kerahasiaan dan bebas pajak.

Ketika krisis moneter mendera Indonesia, perusahaan-perusahaan offshore ini yang berperan menerima kiriman transfer dana dari Indonesia.

Dalam kasus BLBI dan penjaminan simpanan, perusahaan-perusahaan offshore milik orang Indonesia ini menerima limpahan dana bagaikan memperoleh durian runtuh.

Memang tidak semua konglomerat Indonesia yang melakukannya dan tidak semua yang tercatat dalam Panama Papers adalah penikmat atas krisis 1997/1998.

Tapi perusahaan-perusahaan offshore ini pun bisa juga berperan sebagai perusahaan yang berinvestasi di Indonesia, atau perusahaan-perusahaan yang membeli aset di BPPN atau membeli saham dari program divestasi Pemerintah.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas