Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Refleksi Musik Indonesia di Negeri Paman Sam
Jika ada pertanyaan, siapakah musisi atau penyanyi Indonesia yang diprediksi akan mampu berkibar di industri musik Amerika tahun 2019? Joey Alexander?
Editor: Toni Bramantoro
Di panggung rekaman, Krisdayanti mencoba menembus pasar dengan rekaman langsung di studio NRG, Hollywood, LA. Studio rekaman ini sangat popular dan menjadi langganan para musisi dunia seperti Bon Jovi, penyanyi Celine Dion, Miley Cyrus dan band rock, Foo Fighters.
Krisdayanti meluncurkan single Sleep To Dream, ciptaan Mateo Camargo yang sering menciptakan lagu untuk Shakira. Lagu bergenre pop dance ini sempat diputar dibeberapa radio di LA, namun belum menembus peringkat Billboard.
Dan pada musim gugur tahun lalu, Hendra Ganarto musisi perkusi dari group DuoPercussion Indonesia meluncurkan single kolaborasi rekaman dengan Sandflower, penyanyi hip-hop asal New York. Single kolaborasi berjudul Oceans ini diaransemen oleh produser musik David Sisko yang pernah menggarap remix penyanyi Justin Timberlake dan Julian Lennon.
Kolaborasi musisi dua negara ini digagas oleh Maya Naratama, produser Acha Productions di New York City, yang bertujuan untuk memberikan ruang bagi musisi Indonesia untuk menembus pasar Amerika. Setelah proses rekaman selama enam bulan, Oceans diluncurkan lewat jalur Spotify, SoundCloud, Google Play dan digital musik lainnya.
Maya kemudian membawa Sandflower bersama DuoPercussion tampil di ajang Internasional Indie Music Festival di Jakarta pada akhir September tahun lalu.
Di panggung penonton Diaspora Indonesia, cukup banyak musisi dan penyanyi Indonesia yang pernah tampil. Sebut saja Atiek CB yang kini bermukim di Delaware, Judika, Anang, Elfa's Singers, Syaharani, J-Flo, Ermy Kulit, Nia Daniati, Saykoji dsb.
Umumnya mereka tampil di berbagai acara perayaan 17 Agustus atau kegiatan Diaspora di Los Angeles, Seattle, Chicago, Washington D.C., Philadelphia dan New York. Penonton terbanyak, tentu saja warga diaspora Indonesia yang tinggal di Amerika. Umumnya para artis ini hadir dengan dukungan dari lembaga pemerintah atau kementrian sebagai sponsor.
Lalu bagaimana dengan musik Dangdut? Hingga hari ini, belum ada satupun penyanyi dangdut Indonesia yang benar-benar mampu menembus pasar musik Amerika. Cengkokan suara melayu dan lantunan suling bambu khas dangdut, hanya menjadi kajian kampus-kampus jurusan seni musik, budaya dan antropologi.
Penyanyi Thomas Djorghi, Cita Citata, Ike Nurjanah dan Dorce, beberapa kali tampil, namun kehadiran mereka masih menjadi pengobat rindu para diaspora Indonesia yang tinggal di Amerika. Belum ada satupun penyanyi dangdut yang mampu menerobos pasar musik LA maupun NY.
Sementara proyek Dangdut In America, yang dimotori oleh Rissa Asnan bekerjasama dengan TVRI, mencoba mencari penyanyi dangdut orang Amerika di kota Wilmington, Delaware. Proyek ini masih terus bergerilya menembus celah diantara dominasi musik hip-hop, blues dan country.
Padahal sejak tahun 1991, lagu karya bang H.Rhoma Irama, Begadang 2, sudah masuk dalam album kompilasi Smithsonian Folkways Recordings (SFR) di Washington DC. Bahkan publik bisa mendengar langsung lagu-lagu karya Rhoma lainnya seperti Begadang 2, Sahabat, Qur’an dan Koran, dan Sengaja (dinyanyikan Elvy Sukaesih) lewat laman digital musik SFR.
Tidak tanggung-tanggung, foto ikon Rhoma Irama Satria Bergitar dijadikan cover album kompilasi ini. Artinya, dangdut mempunyai potensi untuk masuk dalam peta industri musik Amerika, asalkan muncul dari arus bawah, mengerti pasar dan tidak dipaksakan dengan jargon-jargon birokrasi.
Sementara itu dipanggung Festival SXSW 2018, Maret lalu, Efek Rumah Kaca (ERK) dan Kimokal mengejutkan publik musik milenial yang datang dari berbagai penjuru dunia. Suara tenor vokalis ERK, Cholil dengan komposisi semi progresif rock, mampu menyihir seratus lima puluh tamu yang hadir di bar Esther's Follies kota Austin, Texas.
Walau ERK tampil dengan karya repertoar panjang lewat lagu Merah (13 menit), Biru (7 menit) dan Putih (10 menit), mereka berhasil mengajak pengunjung untuk Sanding Dance di depan panggung.