Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Refleksi Musik Indonesia di Negeri Paman Sam
Jika ada pertanyaan, siapakah musisi atau penyanyi Indonesia yang diprediksi akan mampu berkibar di industri musik Amerika tahun 2019? Joey Alexander?
Editor: Toni Bramantoro
Hari berikutnya, di panggung Russian House, masih di kota Austin, giliran duo elektronik pop Kimokal tampil dengan sukses. Vokalis Kallula Harsynta Esterlita yang membawakan lagu dengan gaya Repetitive Singing berhasil memikat dua ratus lima puluh pengunjung bergoyang sejak beat pertama dimainkan.
Sementara aransemen musik Kimokal memadukan sejumlah genre dari nu wave, techno dance, electronic pop, hingga sync pop. Standing ovation dan tepuk tangan panjang, menggema di dua lagu terakhir, Kimokalyo dan One.
Tahun 2019 ini, tiga musisi Indonesia, Joey Alexander, Rich Brian dan Agnez Mo masih akan terus berkiprah di industri musik Amerika. Jadwal tour Joey Alexander sudah fully booked dari Januari hingga bulan Juni 2019. Bahkan Joey, dijadwalkan untuk tampil di klub jazz paling bergensi, Blue Note, Manhattan, New York.
Klub ini hanya memberikan gigs untuk musisi-musisi jazz papan atas seperti Bob James, Dave Grussin, Stanley Clark dan pemain trumpet Chris Botti.
Sementara Rich Brian dan Agnez Mo, selain tampil di berbagai gigs, mereka akan tetap menjadi media darling, sehingga eksistensi musik tetap akan terjaga, terutama dalam media-media digital. Ada juga Anggun C Sasmi, yang masuk ke Amerika lewat peluncuran album di Perancis dan Kanada.
Hal yang sama dilakukan Ras Muhammad, penyanyi Reggae Indonesia yang memulai kiprahnya dari negeri pusat Reggae, Jamaica. Ras cukup dikenal dikalangan para fans Reggae di New York dan Brooklyn. Konser-konser tunggal Ras di café-cafe dan klub-klub reggae selalu penuh dengan para fans.
Disisi lain, sejumlah musisi Indie Indonesia akan terus bangkit dan menerobos pasar musik Amerika lewat jalur-jalur musik digital Independen. Setelah tahun lalu sukses dengan tour Amerika, gitaris Metal, Garnaraditya yang juga vokalis dari band Metal AK//47, akan terus berkiprah di pasar musik cadas Amerika.
Garna, Musisi asal Semarang yang kini bermukin di California ini, juga dikenal sebagai Videomaker unggul dan mempunyai banyak klien. AK//47 sudah mempunyai fans base yang kuat di berbagai kota West dan East Coast.
Selain AK//47, musisi Monarki Band yang bergenre alternative rock Indonesia ini, tanpa publisitas, ternyata lagu-lagu mereka telah diputar di 365 jaringan radio Amerika, termasuk WDNY dan RockRage Radio di Cleveland, Ohio. Monarki sedang mencari kesempatan untuk bisa tampil di Amerika tahun ini.
Penyanyi Irma June, penyanyi yang dua tahun lalu meluncurkan album di Jakarta dan sekarang bermukim di Seattle, Washington, sedang mempersiapkan diri untuk meniti karir di Amerika. Juga Maharasyi, penyanyi berdarah Indonesia yang sempat masuk babak kedua program reality televisi The VOICE, kabarnya juga sedang menyiapkan album di tahun 2019 ini.
Menembus pasar musik Amerika, memang menjadi idola para musisi diseluruh belahan dunia. The Beatles, meluncurkan album pertama kali 22 Maret 1963 dan langsung menguasai peringkat top Chart di Inggris, lewat Please-please me dan Love me do. Tapi band ini belum dianggap sukses sebelum menembus peringkat musik Amerika, US Top Chart.
Perlu waktu satu tahun, 1964, akhirnya single I wanna hold your hand berhasil masuk peringkat nomer 1 seantero radio di Amerika. Sejak saat itu, barulah The Beatles diakui sebagai top band dunia yang sejajar dengan Bob Dylan, Simon & Garfunkel dan The Beach Boys. Keberhasilan The Beatles kemudian diikuti oleh Rolling Stones di tahun 1965 dengan single I Can't Get No Satisfaction.
Jadi, sangatlah wajar bila insan musik Indonesia terus berusaha untuk dapat masuk ke panggung musik Los Angeles, Chicago atau New York. Amerika menjadi idola, dan dianggap sebagai puncak keberhasilan berkesenian seni musik tingkat dunia, dengan harapan "bila sukses di Amerika, maka akan sukses di dunia".
Dan ini sudah dibuktikan, lewat Joey, Rich, Agnez Mo dan Anggun yang sekarang cukup popular di seluruh dunia. Mereka berhasil menunjukkan bahwa musik dan musisi Indonesia bisa dan mampu berbicara di pasar Amerika.
Dalam kiprah perjalanan musik Indonesia di Amerika selama 10 tahun terakhir, sudah cukup banyak celah dan kesempatan dibangun lewat gerilya para musisi independen Indonesia. Mereka berjibaku menembus pasar musik dengan kemampuan independen. Hadirnya musik digital semakin membuka akses distribusi, promosi dan jaringan musik.
Sayangnya, para musisi ini seringkali harus kesulitan memproduksi musik dengan kualitas sound dunia, membangun jaringan dan branding karena kesulitan mendapatkan dana atau sponsor baik dari pihak swasta maupun pemerintah.
Disisi lain, Lembaga pemerintah yang berurusan dengan promosi seni, budaya, ekonomi kreatif dan pariwisata mempunyai agenda tersendiri untuk mendukung seni musik di luar negeri. Agenda ini seringkali tidak sejalan dengan gerilyawan musisi Indonesia yang lebih mengedepankan independensi berkesenian, daripada mengutamakan jargon-jargon promosi Indonesia.
Kalau sudah begini, let's hope and pray. Semoga Efek Rumah Kaca, AK//47, Monarki Band, Speaker First, Kimokal, Jogja Hip-hop, I Know you Well Miss Clara, Ras Muhammad, Speaker First dan puluhan musisi Indonesia tetap semangat untuk terus memajukan musik Indonesia dibelahan negeri Paman Sam.
* Naratama, Produser TV dan Pengamat Musik, tinggal di New York