Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jangan Ditanya ke Mana Prabowo Pergi
Rekapitulasi sementara KPU suara Prabowo-Sandi tertinggal 15 juta suara dari pperaingnya Jokowi-Amin
Editor: Hasanudin Aco
Kalau bicara kecurangan, berdasarkan data empirik di lapangan, kedua kubu sama-sama melakukan kecurangan.
Langkah BPN mengadukan dugaan kecurangan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan kemudian Bawaslu memutuskan KPU bersalah dan diwajibkan melakukan perbaikan, sudah tepat, meskipun Bawaslu dalam amar putusannya tidak memerintahkan KPU untuk menghentikan Situng.
Mestinya hal yang sama dilakukan BPN bila merasa dirugikan atas hasil pemilu, yakni mengajukan gugatan ke MK.
Ironisnya lagi, BPN tidak menolak hasil pemilu legislatif, hanya menolak hasil pilpres.
Padahal, penyelenggaranya sama, petugasnya sama, saksi-saksinya juga sama. Mengapa harus ada standar ganda?
Pendek kata, apa pun yang sudah menjadi pilihan rakyat, semua pihak harus bisa menerimanya dengan legawa (ikhlas), karena suara rakyat adalah suara Tuhan, vox populi vox Dei.
Bukankah sebelum dimulai kampanye ada deklarasi pemilu damai, siap menang dan siap kalah?
Sebagai penutup, kiranya patut kita renungkan ajaran moral para leluhur kita, yakni “menang tanpa ngasorake” (menang tanpa merendahkan martabat lawan), dan “kalah tanpa wirang” (kalah tanpa kehilangan muka).
Dalam sebuah kontestasi, pasti ada pihak yang menang dan pihak yang kalah.
Bila semua pihak bersikap legawa dan bijaksana, maka tak perlu ada yang sombong di satu pihak, dan kehilangan muka di lain pihak.
“Menang ojo umuk” (menang jangan sombong), “kalah ojo ngamuk” (kalah jangan mengamuk).
Drs. H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI/ Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI) Jakarta.