Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Banjir Awal Tahun, Anies Vs Undang-undang

Ketika banjir besar merendam Ibukota Jakarta dan sekitarnya awal tahun 2020, seketika rasa panik menyerang.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Banjir Awal Tahun, Anies Vs Undang-undang
Warta Kota/Henry Lopulalan
Alat berat mengangkat sampah yang tersangkut di jembatan Sungai Ciliwung di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (1/1/2020). Puluhan ribu kubik sampah terus diangkat dari tengah derasnya arus Sungai Ciliwung agar aliran air lancar sehingga tidak meluap dan menambah parah banjir di Jakarta yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi. Warta Kota/Henry Lopulalan 

Berkaca di negara-negara maju, saat bencana terjadi maka kepala daerah (apa pun sebutannya) langsung berbicara kepada media, mengumumkan kondis state of emergency.

Penetapan status bencana memiliki persyaratan yang sangat gamblang. Yang penting, kejadian (bencana) tadi sudah sampai tahap mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Pasal 1 UU itu menyebutkan, definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Sedangkan, penyelenggaraan penangulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden RI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Sedangkan, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, atau perangkat daerah sebagi unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah, menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan bencana, seperti diatur Pasal 5.

Berita Rekomendasi

Sedangkan tentang apa yang dapat mereka lakukan, diatur dalam Pasal 32. Bahwa pemerintah dapat menetapkan daerah rawan bencana menjadi menjadi daerah terlarang untuk permukiman; dan/atau mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Lebih rinci, Pasal 48 mengatur, penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagimana dimaksud pasal 33 huruf b meliputi enam hal.

Pertama pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya; kedua, penentuan status keadaan darurat bencana; ketiga, penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; keempat, pemenuhan kebutuhan dasar; kelima, perlindungan terhadap kelompok rentan; dan keenam, pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Lalu pasal 50, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam kondisi darurat bencana sudah ditetapkan, mempunyai kemudahan akses atas sembilam point.

Pengerahan SDM; pengerahan peralatan; pengerahan logistik; imigrasi, cukai, dan karantina; perizinan; pengadaan barang/jasa; pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; penyelamatan; dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.

Pasal 51 UU No. 24/2007 juga menegaskan di ayat (1) bahwa penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan skala bencana. Penetapan sebagaimana dimaksud ayat (1) skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala Provinsi dilakukan oleh Gubernur, dan skala Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bupati/Walikota.

Persoalannya, jelas bukan semata-mata pada tidak adanya jembatan putus, jalan yang rusak, atau mall yang buka (atau tutup). Melainkan, pada hakikat “kejadian (bencana) tadi sudah sampai tahap mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat”.

Jika kondisi itu yang Gubernur Anies saksikan selama bersafari pasca bencana –sambil memunguti sampah, mengapa keukeuh menolak menetapkan status bencana? Sedangkan, kedudukannya tidak lebih tinggi dari Undang-undang.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas