Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Membaca Silang Sengkarut Omnibus Law

Di Jawa Barat terdapat 282 izin tambang ilegal, di Jawa Timur terdapat 230 izin ilegal.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Membaca Silang Sengkarut Omnibus Law
IST
Riyanda Barmawi, Wasekjen Pengembangan Sumber Daya Alam PB HMI 

Kendati demikian, ambisi presiden Jokowi membuat Omnibus Lawjangan sampai bertolak belakang dengan konsep Otoda yang semangatnya adalah mendistribusikan kewenangan kepada daerah agar tak tersentral di pusat.

Terlepas dari niat baik pemerintah, kehadiran Omnibus Law bukan tanpa problem. Minimnya partisipasi publik, bahkan terkesan “dirahasiakan”, sehingga memantik kecurigaan beberapa kalanganmengenai siasat pemerintah-pemodal dalam mempecundangi semua pelaksana yang bakal terkena imbas. Kecurigaan tersebut tak sepenuhnya keliru.

Pasalnya, sampai saat ini draf Omnibus Law yang beredar masih beragam versi.Sehingga Omnibus Law masih ditafsirkan beragam. Alhasil, upaya memberi respon kritis pun cenderung kurang maksimal.

Lemahnya Kuasa Negara Atas SDA (?)

Persoalan krusial yang harus menjadi perhatian betul pemerintah adalah Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law di sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan lingkungan hidup. Perubahan skema Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menjadi Perjanjian Berusaha Pertambangan Khusus (PBKP) secara taklangsung akan berpengaruh signifikan atas perubahan penguasaan negara atas sumber daya alam serta semakin rentannya masyarakat adat serta brutalitas eksploitasi lingkungan hidup.

Hadirnya RUU Omnibus Law dapat membawa perubahan yang cukup signifikan.Salah satuya terkait penguasaan negara terhadap SDA, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 33.

Beralihnya rejim kontrak karya (KK) menjadi rejim izin usaha pertambangan khusus (IUPK) nampaknya tak berlangsung lama. Dalam RUU Omnibus Law, telah diwacanakan skema baru, yakni perjanjian berusaha pertambangan khusus (PBKP). Pada titik inilah persoalan krusialnya.

Berita Rekomendasi

Jika dalam skema IUPK hasil ekstensi diwajibkan menjadi wilayah pencadangan negara (WPN), serta izin harus melintasi proses lelang via BUMN sebelum diperebutkan swasta. Maka, pada rejim PBKP justru ekstensi tak memerlukan lelang atau ditawarkan ke BUMN.

Kelonggaran penguasaan pemodal atas SDA tak selesai di situ. Pembatasan luas area operasi produksi (25 hektare) yang diatur oleh IUPK, tetapi dalam PBKP sama sekali tak dibatasi.

Keanehan itu sudah pasti menyulut kecurigaan.Jangan sampai RUU Omnibus Law menyediakan kerangka intitusional bagi kelas pemodal (khususnya sektor ekstraktif) untuk melanggengkan kepentingan ekonomi politik oligarkis.

Jika demikian, tentunya payung hukum sapu jagat ini sama sekali tak menjawab tuntutan keadilan, tetapi sebaliknya melukai keadilan.

Karenanya, tantangan bagi pemangku kebijakan adalah mengartikulasi kepentingan dari pelbagai kelompok, tanpa harus menegasi kepentingan kelompok rentan.

Menilik wacana yang merekah kuat di lapisan civil society, sejauh ini RUU Omnibus Law merupakan siasat “busuk” pemerintah-pemodal untuk mempecundangi kepentingan kelompok rentan.

Ini nampak terefleksi pada (rencana) pengaturan upah kerja per jam, upah minimum, pesangon, dan keringanan Tenaga Kerja Asing (TKA). Bila kepentingan pekerja dikesampingkan, pasti akan berpotensi melahirkan persoalan baru.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas