Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membaca Silang Sengkarut Omnibus Law
Di Jawa Barat terdapat 282 izin tambang ilegal, di Jawa Timur terdapat 230 izin ilegal.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
Amanah Konstitusi pengusaan negara terhadap SDA, serta melindungi tumpah darah bangsa Indonesia, harus diperhatikan oleh pemerintah. Jangan sampai ambisi akan investasi, malah menabrak Konstitusi. Tujuan mulia Omnibus Law jangan menjadi legitimasi inkonsistensi rejim untuk menjalankan mandat Konstitusi yang dapat berimplikasi pada lemahnya posisi tawar (bargaining power) negara di hadapan pasar (market).
RUU Omnibus Law juga berpotensi memperparah disparitas hukum.Hal itulah yang lantang disuarakan pegiat masyarakat sipil.
Sudah sepantasnya bagi pemerintah agar jeli mendiagnosis permasalahan supaya tak terjadi kesalahan fatal yang membuat untung kelas penguasa.
Over-privalage yang diterima pemilik pemodal, seperti kelonggaran syarat lingkungan hidup, mempermudah izin usaha, dan penghapusan sanksi pidana bagi korporasi pelanggar hak.Mesti diimbangi dengan pemberian privalage bagi kelas subordinat.
Merujuk catatan kementerian ESDM, terdapat ribuan izin tambang ilegal tersebar di beberapa daerah.
Di Jawa Barat terdapat 282 izin tambang ilegal, di Jawa Timur terdapat 230 izin ilegal. Sementara, di Kalimantan Tengah sekitar 167 izin, di Kalimantan Timur terdapat 224 izin, di Kalimantan Selatan terdapat 343 izin, di Bangka Belitung 211 izin.
Begitu pula di Sumatera Barat 123 izin, Sulawesi Tengah 105 izin, Sulawesi Tenggara 84 izin, dan Sulawesi Selatan terdapat 203 izin.
Bila problem tambang ilegal dipahami dalam wacana yang berkembang pada Omnibus Law, tentu pemodal akan sangat diuntungkan.
Pasalnya, dalam kebijakatan tersebut, pengusaha diberi privalage, salah satunya menghapus pidana bagi korporasi pelanggar Hak.
Dari aspek ini terlihat jelas siapa yang untung dan siapa yang dirugikan!Tetapi, ini bukan tentang untung-rugi, melainkan soal keadilan.Karenanya artikulasi kepentingan dari pelbagai pihak penting diperhatikan.
Adanya klausul yang menyatakan bahwa sanksi pidana terhadap korporasi nakal akan dihapus, justru akan membawa efek buruk yang sangat serius bagi pekerja dan lingkungan.
Dengan kata lain, meniadakan sanksi pidana, sama halnya negara membiarkan dirinya dipecundangi kelas pemodal. Apalagi dewasa ini banyak negara telah merubah paradigma pembangunan yang eksploitatif menuju pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.
Penting bagi pemerintah untuk memikirkan hal serupa. Sebagaimana ditandaskan Joseph Stiglitz, Jean-Paul Fitoussi, dan Amartya Sen bahwa pembangunan bukan hanya untuk generasi sekarang, melainkan untuk generasi selanjutnya.
Organisasi JATAM bahkan menyatakan bahwa RUU Omnibus Law dalam bidang hutan dan lingkungan dapat memicu perusakan lingkungan hidup dan alienasi masyarakat adat, merupakan tamparan bagi pemerintah yang semasa puluhan tahun cenderung terjebak dengan model pembangunan yang berbasis eksploitasi SDA.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.