Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Bergesernya Makna Keadilan dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Karena dengan adanya keadilan maka akan lahir sebuah keseimbangan hidup yang pada akhirnya bermuara pada kebahagiaan umat manusia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Bergesernya Makna Keadilan dalam Omnibus Law Cipta Kerja
Ist for tribunnews.com
Dr Anwar Budiman. 

Terkait beredarnya RUU Omnibus Law, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam RUU tersebut.

Ambil dua hal saja dari beberapa hal yang ada, di antaranya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Di dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PKWT hanya dapat ditujukan pada pekerjaan tertentu saja, seperti pekerjaan yang sifatnya sementara, pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, dan juga diatur dengan waktu tidak lebih dari 3 tahun atau seburuk-buruknya maksimal 5 tahun lamanya.

Namun apa yang terjadi di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ketenagakerjaan) ternyata pasal terebut dihapus, yang berarti memberikan keleluasaan kepada pengusaha/pemberi kerja untuk mempekerjakan pekerjanya dengan PKWT bahkan dengan lamanya waktu sesuai kehendak pemberi kerja.

Di lain sisi masih ada lagi pasal yang menyatakan bahwa pemutusan hubugan kerja (PHK) bisa dilakukan dengan sebuah kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja, kecuali kesepakatan tidak terjadi maka penyelesaiannya berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku.

Artinya dari dua pasal yang baru saja, sudah jelas bahwa negara kurang memberikan perlindungan kepada waraga negaranya (pekerja/buruh).

Terbukti makna dari PKWT tidak memberikan keadilan dalam kepastian bekerja, sedangkan dalam pemutusan hubungan kerja hanya menyulitkan pekerja jika tidak terjadi kesepakatan, karena pada akhirnya pekerjalah yang harus melakukan gugatan ke pengadilan karena pekerja yang merasa dirugikan.

Berita Rekomendasi

Sudah menjadi norma umum bahwa yang merasa dirugikanlah yang melakukan gugatan.

Artinya kalau mencermati pasal tersebut maka yang berkepentingan untuk maju ke pengadilan hanya pekerja, sedangkan pengusaha/pemberi kerja tidak dibebaninya. Jika lebih dalam mencermati isi dari ketentuan di atas, maka seperti kembali pada zaman kolonial di mana hubungan kerja/perjanjian kerja hanya karena buruh yang mengikatkan diri kepada majikan seperti yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 1601a, “Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu” bukan hubungan/perjanjian yang mempunyai unsur timbal balik seperti yang diatur pada Pasal 1 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”, dan “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Dengan demikian jika RUU yang telah beredar benar seperti di atas isinya, maka telah terjadi kemunduran dalam pembentukan sebuah undang-undang. Penulis berharap agar pemerintah dalam membuat undang-undang mendahulukan keadialan.

Keadilan yang harus diutamakan adalah keadilan berdasarkan Pancasila, yaitu keadilan yang berketuhanan, keadilan yang berperikemanusiaan, keadilan yang berorientasi kepada kesatuan secara nasional, keadilan yang berpihak kepada rakyat, dan keadilan sosial yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.

Penulis ingatkan bahwa keadilan harus dimulai dari dalam pikiran, sehingga akan melahirkan produk-produk yang adil sehingga kebahagiaan umat manusia dapat diraih dengan penuh rasa gembira dan dengan cara-cara yang benar.

Dr Anwar Budiman SH SE MM MH: Praktisi Hukum, Advokat, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas