Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nama-nama dan Jenis Penyakit Masa Lampau Menurut Prasasti Jawa Kuno
Humbelen atau pilek adalah penyakit pada masa Jawa Kuno yang termasuk dalam wikara (perubahan). Ada lagi bubuhen/wudunen, buler/katarak dan beleken.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Kitab Korawacrama menuliskan Bhatara Guru terkejut ketika melihat banyaknya penyakit yang diderita manusia.
“ …, terkejutlah Bhattara guru ketika melihat manusia, ternyata banyak yang menderita sakit, ada wudug (lepra), ana buyan (gila), ana wiket (mempunyai banyak luka), pincang welu (hernia), beser (selalu ingin buang air), turuh (kerusakan pada salah satu organ tubuh), apus (kehilangan tenaga), wuta (buta), tuli (tuli), bisu (bisu), barah (lepra yang sudah parah), uleren (cacingan), umis (pendarahan), lampang (sejenis penyakit kulit), bule (albino), gondong (leher membengkak), amis antem (berbau amis), masegir (berbau tidak enak), apek (berbau apek)"
Catatan Tiongkok memberikan keterangan juga soal adanya penyakit menular pada masa Jawa Kuno.
Ini ditemukan di dalam Catatan Dinasti Tang dari tahun 618–907. Disebutkan di negeri Kalingga di Jawa ada sejumlah gadis beracun.
Katanya jika seseorang berhubungan seks dengan mereka perutnya akan sakit. Akhirnya mereka bakal mati. Tapi tubuhnya tak akan membusuk.
Bahkan ada sejumlah wikara yang dapat menghancurkan kehidupan suami istri. Di antaranya kuming, (impoten pada laki-laki). darih (impoten pada perempuan), wudug (lepra), dan ayan (epilepsy).
Hal itu termaktub dalam teks hukum agama atau Kutaramanawa yang berlaku, khususnya pada masa Majapahit. Isinya, seorang istri boleh membatalkan perkawinannya jika suaminya menderita beberapa penyakit tertentu, yaitu gila, batuk kering, ayan, impoten, dan banci.
Bila akhirnya istri tak suka kepadanya, sang istri diimbau untuk menunggu tiga tahun. Selama itu sang suami diberi kesempatan untuk berobat.
Namun, jika selama tiga tahun tak sembuh, kata aturan itu, jangan salahkan istri kalau menikah lagi dengan orang lain.
“Tukon (mahar) tak usah dikembalikan kepada suaminya. Menunggu dahan bertunas namanya,” tulis aturan itu.
Tentang apakah penyakit tersebut menjadi pandemic/epidemic belum banyak diketahui.(Berbagai Sumber/Disampaikan di Forum Diskusi WABlas, 8 Mei 2020)