Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perlunya Postmortem Trial Bagi Tersangka yang Sudah Meninggal
Postmortem trial menjadi terobosan bahwa supremasi hukum tidak 'kalah' oleh kematian.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Oleh pengadilan Nurenberg, Borrman bahkan dijatuhi hukuman mati. Sergei Magnitsky, yang meninggal di dalam penjara, juga diteruskan perkaranya.
Magnitsky divonis bersalah atas penggelapan pajak di dalam sebuah persidangan yang tidak ia hadiri.
Mumpung Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menyatakan harapannya agar RUU KUHP masuk dalam Prolegnas 2021, inilah momentum baik untuk mengkaji dan merumuskan penyelenggaraan postmortem trial di Indonesia.
Postmortem trial menjadi terobosan bahwa supremasi hukum tidak 'kalah' oleh kematian. Upaya membuktikan "yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah" tetap bisa berlangsung, demi kepastian, kemanfaatan, dan keadilan hukum.
Termasuk politikus seperti Harun Masiku pun, andaikan dia sudah menghembuskan napas terakhirnya, tetap bisa diproses pidana untuk membuktikan sejauh apa kebenaran spekulasi keterlibatan dia dalam kasus suap.
Sangat disayangkan pada waktu-waktu lampau bahkan hingga sekarang DPR sama sekali belum pernah memunculkan gagasan apalagi melakukan pembahasan tentang hal tersebut.
Kini, dengan keterlibatan aktif DPD dalam kerja penyusunan undang-undang, saya akan upayakan agar wacana tentang pengadilan anumerta ini dapat direalisasikan lewat RUU KUHP.(*)