Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Kehidupan dan Perjuangan

Berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, pesantren bukan hanya memberi ilmu umum dan agama kepada peserta didik tapi juga mengajari ilmu kehidupan.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Kehidupan dan Perjuangan
Pesantren Bina Insan Mulia.
KH. Imam Jazuli 

Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Kehidupan dan Perjuangan

Oleh : KH. Imam Jazuli, Lc, MA.*

TRIBUNNEWS.COM - Dulu, pesantren lebih dikenal sebagai tempat pengajian dari pada pengkajian. Tetapi melihat kebutuhan hari ini dan perubahan yang menuntut pesantren harus berubah, maka pesantren pun harus menjadi tempat pengkajian yang kuat. Kenapa, karena keduanya adalah perintah agama yang paling mendasar.

Pengajian telah dipraktikkan masyarakat Nusantara jauh sebelum pesantren ada. Pengajian adalah kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengambil aji kehidupan (sesuatu yang sangat berharga). Pengajian lebih berorientasi pada moral spiritual. Setelah sistem ini diadopsi oleh pesantren, maka pedoman dan acuannya diganti menjadi al-Quran, al-hadits, dan kitab-kitab akhlak.

Kegiatan pengajian di Pesantren Bina Insan Mulia saya delegasikan kepada asatidz dan asatidzah. Ada yang dilaksanakan secara rutin dan ada yang dilaksanakan sesuai momentum, seperti saat Ramadhan atau saat santri-santri libur sekolah. Kitab yang dipakai adalah kitab-kitab standar pesantren salaf, antara lain: Ar-bain, Bulughul Marom, Nashoihul Ibad, Riyadlush Sholihin, Taqriib, dan lain-lain.

Khusus untuk pengajian bersama wali santri dan masyarakat umum yang diadakan sebulan sekali barulah saya yang mengisi. Agendanya antara lain beristighosah, wirid Dalail, lalu saya menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan agenda pesantren dan keagamaan.

Adapun untuk kegiatan pengkajian, selama ini memang saya yang paling banyak mengisi. Materinya luas dan saya usahakan kontektual sesuai dengan kebutuhan para santri dan para guru. Kegiatan dilaksanakan hampir setiap hari di Gedung Serba Guna yang waktunya terkadang habis Subuh dan terkadang habis Maghrib.

Kepada Bagian Media, saya selalu meminta untuk men-youtube-kan materinya. Dengan disebarkan di media social, sasarannya sebetulnya ada tiga segmen, yaitu santri-santri Bina Insan Mulia yang sudah menyebar di dalam dan di luar negeri, sejumlah anggota klub yang saya ikuti, dan masyarakat luas yang tertarik, baik wali santri maupun non-wali santri.

BERITA REKOMENDASI

Rangsangan Ideologis

Kenapa kegiatan pengkajian itu penting bagi pesantren dan santri? Baik dari praktik yang dilakukan para kiai dan para pemimpin dan hasil riset ilmiah membuktikan bahwa ternyata yang banyak mewarnai kehidupan seseorang itu bukan pelajaran di kelas. Manusia banyak berubah dari filsafat hidup (aji) yang diterima dari orang-orang yang mereka percaya. Mereka berubah dari inspirasi, motivasi, dan eksplorasi.

Apakah dengan begitu berarti pelajaran di kelas tidak penting? Tidak begitu maksudnya. Pelajaran di kelas atau dari buku-buku tetap penting, hanya saja posisinya dalam konteks perubahan seseorang lebih sebagai alat pendukung perubahan.

Karena itu, ada ungkapan terkenal dari Albert Einstein, “imajinasi itu lebih powerful ketimbang pengetahun.” Dengan kajian pemikiran, kajian fenomena, dan lain-lain, seseorang akan membangun imajinasi, visi, lalu pelan-pelan akan mengkristal menjadi aktualisasi atau aksi.

Semua tokoh besar di dunia ini memiliki sejumlah anak ideologis. Santri-santri yang sekarang menjadi kiai atau yang punya peranan penting di masyarakat, mendapatkan setruman dari para kiai atau tokoh lain. Sebagaimana kita tahu, Gus Dur telah banyak memberi warna bagi anak-anak muda NU. Demikian juga para kiai sepuh lain.

HOS Cokroaminoto yang disebut sebagai guru bangsa itu bukanlah tokoh yang akademiknya tinggi. Sekolah formalnya hanya sampai di tingkat SMP di zaman Belanda. Selebihnya, Cokroaminoto adalah santri di Pesantren Tegalsari Ponorogo. Sebagai santri, HOS Cokro menggembleng anak-anak muda yang tinggal di rumahnya, seperti Soekarno, Musso, dan Kartosuwiryo,

Kesempatan inilah yang ingin saya optimalkan. Para santri adalah anak ideologis saya. Apa yang saya sampaikan semoga menjadi rangsangan ideologis bagi mereka, baik hati maupun otaknya. Hati yang mendapatkan rangsangan akan terus bergerak dan menggerakkan. Otak yang mendapatkan rangsangan akan selalu membangun jalur belajar sehingga ketanggapan dan kreativitasnya meningkat.

Saking pentingnya rangsangan tersebut bagi hati dan otak manusia, maka sering saya minta para tamu untuk berbagi pengalaman dengan para santri. Tamunya bermacam-macam bidang ketokohan. Bahkan bule pun beberapa kali saya minta ceramah di depan para santri. Menurut riset di bidang psikologi, rangsangan dari luar sangat membantu seseorang memperkuat kepercayaan dirinya.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas