Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pencapresan Ganjar Pranowo, Grace Natalie Tidak Sepatutnya Minta Maaf kepada Megawati
UU Partai Politik menyatakan Partai Politik hanya sebagai salah satu sarana demokrasi dan sarana menyalurkan kehendak rakyat.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Petrus Selestinus
Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara
TRIBUNNEWS.COM - Grace Natalie, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), tidak perlu bahkan tidak harus meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri hanya karena telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo (GP), kader PDIP sebagai bakal calon Presiden/bacapres 2024 dari PSI.
Alasannya, karena di dalam AD & ART PDIP, UU Parpol maupun UU Pemilu tidak melarang sebuah Partai Politik mencalonkan seseorang sebagai bacapres dari kader Partai Politik lain atau dari seseorang Warga Negara yang bukan kader Partai Politik bahkan dibukakan pintu untuk berkoalisi.
Pendeklarasian GP, Kader PDIP sebagai bacapres 2024, oleh Partai PSI sah sah saja karena hal itu merupakan bagian dari proses pendidikan politik, membangun sikap kritis masyarakat dan untuk menyadarkan setiap warga negara akan hak dan kewajiban politiknya yang oleh UU dibebankan menjadi tugas Partai Politik.
Harus diingat bahwa UUD'45 mensyaratkan seorang calon Presiden/Wakil Presiden, haruslah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganengaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: PDIP Terima Permintaan Maaf PSI Soal Dukung Ganjar Pranowo Capres 2024
Dengan demikian, meskipun GP adalah kader PDIP, namun kekaderan di PDIP bukanlah menjadi syarat capres, tidak menghapus hak GP untuk menjadi bacapres pada Partai Politik lain dan karena itu tidak menjadi halangan bagi GP atau bagi Partai Politik lain di luar PDIP untuk menbacapreskan GP, sebagaimana telah dilakukan oleh PSI atau PAN dalam Pilpres 2024.
Di dalam UU Partai Politik dan UU Pemilu tidak melarang sebuah Partai Politik mengusung Capres/Cawapres dari kader Partai Politik lain atau yang bukan kader Partai Politik sekalipun.
Karena itu tidak menjadi halangan bagi PSI atau PAN atau Parpol lainnya untuk merekrut GP untuk menjadi Capres di luar PDIP.
GP dan Hak Demokrasi Rakyat
Di dalam UUD 45, UU Partai Politik dan UU Pemilu, mensyaratkan seorang Capres haruslah seorang warga negara yang secara konstitusional diberi hak untuk memilih dan dipilih, tanpa mempersoalkan dari mana asal usul Partai Politiknya, yang penting memenuhi Syarat Calon dan Syarat Pencalonan menurut UUD 1945, UU Pemilu dan UU Partai Politik.
GP adalah warga negara Indonesia, pada saat ini berada dalam posisi memenuhi syarat untuk menjadi Calon Presiden RI, antara lain karena GP warga negara Indonesia, berpendidikan tinggi, berkelakuan baik, sehat jasmani dan rohani, tidak pernah terlibat dalam tindak pidana apapun dan tidak pernah melalukan perbuatan tercela, ditambah berpengalaman dalam pemerintahan di legislatif dan di eksekutif dan lain-lain.
Sebagai Partai Politik yang telah melahirkan banyak kader potensial untuk memimpin negeri ini dalam berbagai bidang, PDIP menjadi salah satu Partai Politik yang menghasilkan banyak kadernya untuk diusung oleh Partai Politik lain, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dalam koalisi, mengisi jabatan publik di segala tingkatan pemerintahan, mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Begitu pula dengan Partai PSI sebagai Partai Politik peserta pemilu, ia berhak bahkan wajib merespons kehendak rakyat untuk mencapreskan GP menjadi Presiden 2024 dan PSI telah merespons dengan membacapreskan GP sebagai Capres 2024, hal ini jelas merupakan pendidikan politik yang sangat baik, tidak melanggar Hukum dan tidak melanggar Etika Politik.
Sebaliknya kalau ada Partai Politik yang melarang kader Partainya dicalonkan oleh Partai Politik lain, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap Hukum dan HAM bahkan sebagai proses pembodohan dalam demokrasi.