Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
10 Tahun Kudeta Maidan dan Hasilnya Kini Bagi Ukraina dan Eropa
Kini, 10 tahun setelah Euromaidan, dan dua tahun sesudah pasukan Rusia menggelar operasi khusus, kemerosotan drastis terjadi di Ukraina.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Rusia bisa menciptakan perimeter keamanan yang semakin lebar, memungkinkan kembali pemulihan kota-kota di Donbass yang telah bergabung dengan Federasi Rusia.
Ukraina hari ini juga Ukraina yang semakin kehilangan legitimasi. Mereka selama perang sangat tergantung dukungan politik, logistik, serta finansial dari AS dan Eropa.
Kini, AS pun kesulitan memuluskan bantuan senilai 60 miliar dolar AS untuk Ukraina yang ditentang kaum Republik di Kongres AS.
Di sisi lain, krisis dan resesi ekonomi menghantui negara-negara industry besar Eropa, terutama Jerman dan Prancis.
Semua akibat dari sanksi bertubi-tubi yang mereka jatuhkan ke Rusia, termasuk penghentian impor migas dari Rusia.
Jerman, bagaimanapun tumbuh membesar jadi negara industri utama di Eropa, berkat energi yang murah yang dipasok Rusia.
Ketika sumber energi itu diputus, maka risiko dan dampaknya kian nyata. Sabotase pipa gas Nord Stream 2 oleh operasi rahasia AS dan sekutunya, semakin membuat runyam Jerman.
Di bawah kepemimpinan Kanselir Olaf Scholz dan pemerintahannya, Jerman memutus pasokan energi murah Rusia dan memutuskan semua hubungan ekonomi dengan Rusia.
Data yang baru-baru ini disajikan kepada media oleh Institut Penelitian Ekonomi Jerman menunjukkan perekonomian Jerman mengalami kerugian sekitar €200 miliar karena lonjakan harga energi.
Sementara itu, tampaknya Jerman tetap mengimpor gas dari Rusia lewat negara ketiga, dalam jumlah yang sama dibandingkan sebelum Februari 2022, meskipun dengan biaya yang jauh lebih mahal.
Hal ini dikemukakan Dr Gunnar Beck, anggota Parlemen Eropa dari partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).
“Jadi mereka bisa berpura-pura telah mengurangi pasokan gas dari Rusia, dan mereka menghormati sanksi tersebut, namun mereka tetap melanjutkan hal yang sama seperti sebelumnya dengan mengimpor gas yang sama melalui negara ketiga,” kata Beck.
Skema impor tidak langsung ini jelas merugikan Jerman, yang merupakan salah satu faktor utama kenaikan tajam harga listrik.
Energi terbarukan, yang tampaknya menjadi fokus pemerintah Jerman saat ini, jauh lebih mahal dibandingkan listrik yang dihasilkan dari bahan bakar fosil dan tidak dapat disimpan dengan mudah.