Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gegar Budaya dan Teori Kompensasi Jokowi Beserta Keluarganya

Culture shock atau gegar budaya adalah perasaan di mana seseorang merasa khawatir serta terkejut ketika dihadapkan dengan lingkungan dan budaya baru.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Gegar Budaya dan Teori Kompensasi Jokowi Beserta Keluarganya
Kompas.com / Ambaranie Nadia
Jokowi beserta keluarganya. 

"Kemiskinan mendidik saya dengan baik. Kemiskinan yang pekat. Namun, dari lingkungan serba kekurangan itulah saya mempelajari sesuatu yang luar biasa dari orang-orang terpinggirkan. Sikap tegar yang mengagumkan, nrimo, ikhlas, sekaligus penuh syukur, sambil terus berjuang karena hidup terus berjalan," ungkap Jokowi dalam buku itu.

Dibandingkan dengan sekarang ini, kondisi Jokowi di masa kecil memang teramat kontras, bahkan ibarat bumi dan langit. Maka wajar ketika kemudian Jokowi mengalami culture shock.

Gegar Budaya

Culture shock atau gegar budaya adalah perasaan di mana seseorang merasa khawatir serta terkejut ketika dihadapkan dengan lingkungan dan budaya baru.

Ada pula yang mengatakan, culture shock adalah kondisi saat seseorang mengalami guncangan mental dan jiwa, yang disebabkan adanya ketidaksiapan dalam menghadapi kebudayaan asing dan baru baginya.

Karena nanar terjangkit gegar budaya, maka Jokowi pun terlihat kemaruk. Rakus. Tamak. Dahaga akan kekuasaan. Semua tampak hendak dikuasainya.

Bukan hanya eksekutif, melainkan juga legislatif dan yudikatif. Trias politika.

Berita Rekomendasi

Di eksekutif, Jokowi berupaya menambah periode kepresidenannya dari dua menjadi tiga periode, dengan amandemen Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Namun, upaya itu gagal setelah ditolak publik, dan juga PDI Perjuangan yang diketuai Megawati Soekarnoputri, pemilik mayoritas kursi di DPR (108 dari 575 kursi).

Tak habis akal, Jokowi pun berupaya memperpanjang masa jabatannya dua tahun, dengan dalih ada serangan pandemi Covid 19. Namun, upaya ini pun gagal setelah ditolak publik.

Tak habis akal lagi, Jokowi berupaya melanggengkan kekuasaannya dengan mencalonkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024 dan terpilih bersama capres Prabowo Subianto. Keduanya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober mendatang.

Saat pencalonan, usia Gibran baru 36 tahun, belum 40 tahun sebagai syarat usia minimal sebagaimana digariskan Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Melalui tangan adik iparnya, Anwar Usman yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jokowi kemudian cawe-cawe menganulir Pasal 169 huruf q tersebut, sehingga Gibran yang baru berusia 36 tahun bisa maju sebagai cawapres hanya karena sedang menjabat Walikota Surakarta.

Hal itu tertuang dalam Putusan MK No 90 Tahun 2023 yang dibacakan Majelis Hakim MK pada 16 Oktober 2023.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas