Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mari Berpikir “Out of The Box” Soal Ekspor Pasir Laut
Setelah lebih dari dua dekade dihentikan, kebijakan ekspor pasir laut kembali dibuka pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Editor: Dodi Esvandi
Pemerintah juga menyatakan bahwa pasir yang diekstraksi harus memenuhi persyaratan keberlanjutan, dan perusahaan yang terlibat akan dikenakan pajak ekspor serta wajib memberikan kontribusi pada program rehabilitasi lingkungan.
Ekspor pasir laut juga memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian daerah pesisir melalui penciptaan lapangan kerja.
Baca juga: Hima Persis Terima Tantangan Debat Terkait Kebijakan Ekspor Pasir Laut
Industri ini tidak hanya membutuhkan tenaga kerja untuk pengambilan dan pengangkutan pasir, tetapi juga untuk kegiatan administratif dan operasional lainnya.
Hal ini dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat pesisir yang mungkin tidak memiliki banyak pilihan pekerjaan lainnya.
Penting juga dicatat bahwa ekspor pasir laut dapat memberikan dampak positif dalam bentuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Perusahaan yang terlibat dalam ekspor diwajibkan untuk berkontribusi dalam pengembangan masyarakat setempat, termasuk memberikan pelatihan keterampilan bagi masyarakat pesisir dan nelayan.
Dengan demikian, dampak negatif dari ekspor pasir laut terhadap nelayan dapat diminimalisasi melalui penyediaan alternatif pekerjaan dan program pemberdayaan.
Keterbatasan Pengetahuan
Lalu kenapa isu ekspor pasir hasil sedimen di laut jadi sedemikian ramai? Bisa jadi ini akibat media massa yang melakukan pemberitaan memiliki keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki cukup pengetahuan yang akurat.
Tak bisa dimungkiri algoritma Google telah menjadi ‘tuhan’ bagi media massa menyebabkan media massa tak berani mengambil sikap berbeda demi menjalankan fungsi kontrol sosial meski harus melawan arus opini yang deras di media sosial.
Pada sisi lain, Pemerintah yang berkepentingan terhadap ekspor pasir laut apa sudah memberikan cukup ‘bekal’ bagi media massa dalam memberikan informasi yang seimbang dan akurat tentang isu ini, termasuk menjelaskan manfaat serta tantangan dari ekspor pasir laut.
Jika sadar tak cukup punya kemampuan tersebut, jadi pertanyaan penting apakah Pemerintah sudah menggandeng Key Opinion Leader (KOL), misalnya akademisi yang netral agar membantu mendampingi media massa?
Ini perlu karena eksplorasi, ekspor maupun reklamasi menggunakan pasir laut adalah praktik yang jamak di banyak negara. Tak perlu dengan teori yang melangit dan tak perlu jauh-jauh bicara soal pemanfaatan pasir.
Misal memaksakan diri menarasikan tentang praktik sukses di Jepang atau malah ke Singapura, padahal Pemerintah cukup menunjukkan ke Jakarta Utara: ada sebuah kawasan wisata berupa pantai buatan lengkap dengan pasir putih terhampar.
Sederhananya, enough with smart book. Please smart talk! Jika diartikan, Cukuplah berteorinya, Berilah contoh nyata!
Karena masyarakat yang ribut di media sosial, kemudian diangkat media massa itu sebetulnya frustasi kurang jalan-jalan!