Oleh karena itu, Bayu memberikan dua rekomendasi untuk pemerintah agar tidak menjalankan kebijakan simplifikasi tarif cukai.
Pertama, dari sisi penerimaan negara, wacana simplifikasi karena berpotensi secara negatif menurunkan penerimaan negara.
"Kebijakan simplifikasi perlu dikaji secara matang dan hati-hati bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada," terangnya.
Kedua, dari sisi persaingan usaha, wacana simplifikasi berpotensi akan mendorong ke arah monopoli, dan akan menyebabkan rokok ilegal semakin marak.
"Kebijakan cukai dan struktur tarif cukai yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai bagian keberpihakan pemerintah pada industri rokok secara nasional (bukan pada perusahaan rokok golongan 1 saja)," katanya.
Sementara itu, legislator Partai Golkar, Firman Soebagyo mengingatkan pemerintah terkait rencana simplifikasi cukai dan penggabungan batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). Pasalnya, simplifikasi cukai akan menciptakan persaingan tidak sehat yang mengarah oligopoli bahkan monopoli.
"Jangan sampai menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktek oligopoli bahkan monopoli," katanya.
Anggota Baleg DPR RI itu mengingatkan pemerintah agar memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap IHT.
"Pastinya pemerintah harus ada itikad baik (good will) melestarikan ciri khas hasil tembakau Indonesia yakni kretek," katanya.