Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi perekonomian global yang kian memburuk bakal mengancam kinerja perusahaan-perusahaan di dunia, termasuk di Indonesia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengungkapkan, tanda-tanda ancaman resesi ekonomi global terlihat dari menurunnya kinerja perekonomian di sejumlah negara maju. Mulai dari China, Amerika Serikat, Jerman, hingga Inggris.
Namun, sejumlah perusahaan yang bergerak di industri keuangan dan asuransi di Indonesia, justru memandang optimis kinerja operasionalnya pada tahun depan.
Direktur PT AXA Mandiri Financial Services, Uke Giri Utama mengatakan, Indonesia dipandang menjadi salah satu negara yang mampu bertahan, apabila global benar-benar terjadi resesi.
Baca juga: Jadi Alarm Datangnya Resesi, Lenbaga Riset Ingatkan Perlambatan Ekonomi Global Sentuh 98 Persen
Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya. Ditambah lagi, pasar ekspor Indonesia terbilang cukup besar.
Sehingga hal tersebut dapat berkontribusi terhadap pendapatan negara.
"Bicara resesi global, kalau kita lihat negara kita secara keseluruhan merupakan negara yang mempunyai pondasi yang yang kuat kemudian kita juga resources yang kuat dan kita juga punya pasar yang kuat," ucap Giri di kawasan Senayan Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Meski demikian, pihaknya mengaku terus melakukan rapat internal untuk mengetahui perkembangan kondisi perekonomian nasional dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Untuk tahun ini, kinerja AXA Mandiri masih berjalan sesuai dengan prediksi.
"Masih belum bisa membaca bahwa (resesi ekonomi global) impact-nya ada atau tidak ke asuransi. Namun secara internal kami punya langkah tertentu. Kami tetap optimis sampai tahun depan," ucap Giri.
"Saat ini bisnis makin bagus tentunya, kemudian Alhamdulillah dengan pandemi kemarin membuat orang makin aware bahwa punya asuransi kesehatan itu semakin diperlukan," pungkasnya.
Sebelumnya, Bank Mandiri melihat kinerja perekonomian Indonesia di kuartal III-2022, dihadapkan sejumlah tantangan besar.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan, tantangan tersebut antara lain gejolak ekonomi dan geo-politik dunia yang berdampak pada ekspektasi stagflasi kepada negara-negara maju.
Kondisi ini pun membuat beberapa negara maju seperti Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan kontraktif dengan mendorong penguatan Dollar AS terhadap nilai tukar negara di Dunia.
“Namun yang menarik, pelemahan nilai tukar terdalam justru dihadapi oleh currency negara-negara maju dibandingkan negara berkembang, termasuk Indonesia,” ucap Panji dalam acara Economy Outlook secara daring, (4/10/2022).
Baca juga: 3 Industri yang Diprediksi Stabil di Tengah Resesi Ekonomi, Salah Satunya Ekspedisi Pengiriman
Kemudian tantangan lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi di bulan September 2022 telah menginjak level 1,17 persen secara month on month (mom) atau sebesar 5,95 persen secara year on year (yoy).
Faktornya adalah, kenaikan harga energi. Hal ini juga yang menjadi alasan Pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk mengurangi tekanan pada APBN.
Meski begitu, Panji menambahkan ada indikator positif yang bisa dipetik dari angka inflasi tersebut.
Pertama, inflasi year to date (ytd) relatif rendah dibandingkan negara-negara lain, yaitu 4,84 persen.
Memakai asumsi tekanan inflasi di Oktober hingga Desember melandai, maka inflasi akhir tahun 2022 masih akan sesuai dengan prediksi Tim Ekonom Bank Mandiri yakni di kisaran 6,27 persen.
Kedua, pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) tengah berupaya untuk menjaga inflasi pangan berada di level stabil.
Tujuannya, agar daya beli masyarakat tetap terjaga hingga akhir tahun.