Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonomi Amerika Serikat (AS) tercatat tumbuh positif, bahkan terakselerasi sebesar 2,6 persen pada kuartal III 2022 atau melebihi ekspektasi.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, hal ini ditopang oleh belanja konsumen yang menjadi kontributor terbesar terhadap ekonomi, defisit neraca dagang yang menyempit, belanja pemerintah, investasi tetap non-perumahan.
"Namun, penurunan investasi tetap residensial dan persediaan swasta masih melambat. Hal ini setidaknya meredakan kekhawatiran resesi," ujar dia melalui risetnya, Senin (31/10/2022).
Baca juga: Amerika Serikat Menjauh dari Resesi, Laju Ekonomi Tumbuh 2,6 Persen di Kuartal III 2022
Menurutnya, data ekonomi Amerika yang baik, bukan berarti negara tersebut terlepas dari resesi sebagaimana yield curve AS yang mengalami inversi, dan potensi perlambatan ekonomi, serta permintaan domestik yang turun dengan suku bunga yang tinggi.
"Memburuknya kondisi ekonomi global dan diproyeksi masih berlanjut di tahun depan memang seiring dengan inflasi yang masih tinggi meskipun suku bunga sudah d inaikan secara agresif," kata Nico.
Tak hanya itu, kondisi pasar keuangan yang cenderung mengetat, lalu krisis energi dan krisis pangan memberikan banyak sentimen buruk terhadap prospek ekonomi global di tahun depan.
"Kemudian di tengah prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat, S&P memproyeksikan bahwa kawasan Asia-Pasific yang berkontribusi terhadap 35 persen GDP dunia akan memimpin ekonomi global dengan pertumbuhan GDP real sebesar 3,5 persen di tahun 2023," tuturnya.
Baca juga: Susul ECB, Sederet Bank Sentral Ini Lakukan Hawkish untuk Tekan Inflasi
Hal ini didukung oleh regional FTA atau kesepakatan perdagangan bebas di kawasan Asia, rantai pasok efisien, dan harga relatif kompetitif.
"Lantas, apakah ini akan menjadi momentum bagi Asia sebagai destinasi investasi langsung dan capital inflow di pasar modal? Kami melihat bahwa hal ini akan bergantung terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut dan spread suku bunga, serta katalis pendukung yang mendorong pertumbuhan return," pungkas Nico.