Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
“Juga termasuk kebijakan fiskal terkait kenaikan cukai rokok,” jelas Nadia.
Saat ini kata Nadia, persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk rokok mencapai 40 persen. Sedangkan di luar negeri, luas peringatan mencapai 80 persen.
“Di negara lain 80 persen. Harapan kita (iklan rokok tidak ditampilkan di TV), seperti itu,” kata Nadia.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menolak rencana pelarangan penjualan rokok ketengan.
Kata Benny, jika Keppres Nomor 25/2022 ditujukan untuk mencegah perokok anak di bawah umur pelarangan penjualan rokok batangan tidak perlu dilakukan.
“Rasanya tidak akan efektif karena beberapa anak dapat bergabung untuk membeli sebungkus rokok,” jelasnya.
Selain itu, larangan penjualan rokok tersebut juga terkesan memaksa orang dewasa. Sebab, banyak dari masyarakat yang membeli rokok hanya per batang.
“Ini justru akan “memaksa” orang dewasa yang hanya merokok sehabis makan atau mau ke kamar mandi untuk membeli sebungkus rokok. Padahal mereka biasanya hanya
menghabiskan 2-3 batang saja per hari,” ujarnya. (Tribun Network/fik/ism/kps/wly)