Pihak Kemendag disebut memahami duduk perkaranya, yaitu mereka mengakui ada utang yang harus dibayar.
Namun, diskusi berjalan alot karena sekarang Kemendag sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung mengenai payung hukum yang menyebutkan mereka harus membayar utang atau tidak.
Sebenarnya, sebelumnya sudah ada Permendag Nomor 3 Tahun 2022, tepatnya di pasal 7, di mana pelaku usaha akan mendapat dana rafraksi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS).
Baca juga: Kemendag Belum Bayar Utang ke Aprindo Sebesar Rp344 Miliar, Mendag Zulkifli: Belum Ada Peraturannya
Akan tetapi, regulasi tersebut dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tetinggi Minyak Goreng Sawit.
"Artinya, dalam pembicaraan tadi, kita membahas ihwal Permendag 3 itu keluar, itu sudah jelas mereka mengakui bahwa itu harus dibayar karena peraturan itu yang buat mereka dan mereka tahu betul itu harus dibayar," kata Roy.
"Tapi, sekarang ada institusi lain (Kejaksaan Agung) yang menentukan apakah Kemendag akan membayar atau tidak. Nah, itu yang menjadikan diskusinya panjang," sambungnya.
Sebagai pelaku usaha, Roy mengaku percaya pada apa yang dikatakan pemerintah, tetapi ia tetap meminta kepastian pada Kemendag kapan mereka akan dibayar.
Hasil dari pembicaraan ini pun memunculkan tiga poin Aprindo kepada Kemendag.
"Pertama, kami minta kepastian. Kedua, kami enggak berharap penyelesaian melalui jalur hukum. Ketiga, Kemendag menjanjikan akan melanjutkan pembicaraan dengan mengajak dan mengundang produsen," ujar Roy.
Roy pun berharap Kemendag bisa membayarkan utang minyak goreng sebesar Rp344 miliar dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
Ia mengatakan, pembayaran utang ini harus segera diselesaikan sebelum masuk masa kampanye pemilu 2024.
"Kami berharap dalam dua atau tiga bulan ini harus sudah selesai dibayarkan karena sebelum ramai pesta demokrasi. Sebelum masuk masa kampanye pada Agustus, kami harap masalah ini sudah selesai dalam dua sampai tiga bulan," kata Roy.
Ia khawatir jika pembayarannya lewat dari itu, fokus ke masalah ini akan terhalang oleh hiruk pikuk pemilu 2024.
"Karena adanya pesta demokrasi itu, kita semua akan berorientasi untuk mencari tahu pemimpin berkutnya atau siapapun yang akan duduk di pemerintah," ujar Roy.