TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluh data sensus pertanian secara nasional tidak akurat karena diperbarui dalam waktu 10 tahun sekali.
Jokowi menjelaskan, sensus pertanian yang sudah berjalan selama 10 tahun, padahal seharusnya dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Sebab kata dia, penting memutuskan kebijakan berdasarkan data yang paling terkini.
Baca juga: Fenomena Perubahan Iklim dan Gelombang Panas, Luhut Beberkan Dampak Mengerikan Bagi Pertanian
"Menurut saya sudah kelamaan, berjalan berubah setiap tahun, keputusannya masih pakai data 10 tahun yang lalu. Mestinya ini setiap 5 tahun, biaya nya juga engga banyak, berapa sih mungkin Rp 3 triliunan," kata pada acara Pencanangan Pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 secara virtual, Senin (15/5/2023).
"Tapi penting bagaimana saya bisa memutuskan sebuah kebijakan kalau datanya ga akurat, yang paling terupdate terkini," sambungnya.
Oleh sebab itu, Jokowi pun mencanangkan sensus pertanian tahun 2023 yang akan dimulai pada 1 Juni hingga 30 Juli 2023.
Menurutnya, sensus ini dilakukan agar menghasilkan data yang akurat. Pasalnya, data sektor pertanian ini kerap kali meleset.
"Kita tahu untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang tepat butuh data yang akurat. Sering kita kedodoran di sini. Lahan pertanian kita berapa, butuh pupuk berapa, sering data itu tidak siap dan akurat," ujar Jokowi.
Presiden Jokowi mengatakan, sensus pertanian ini dilakukan lantaran menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dia berujar, nantinya sensus pertanian ini meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
"Sektor ini melibatkan hajat hidup orang banyak, sehingga butuh akurasi kebijakan dan akurasi. Kebijakan itu butuh akurasi data," jelasnya.
Jokowi pun berharap, pencanangan sensus pertanian tahun ini mampu menghasilkan data yang terpercaya.
"Sekali lagi saya mendukung pelaksanaan sensus pertanian 2023 ini, agar sensus ini betul-betul menghasilkan data yang terkini akurat dan terpercaya," jelas dia.
Jutaan Orang Terancam Kelaparan
Jokowi menyampaikan, sektor pertanian saat ini tengah dalam fase rawan, sebanyak 345 juta orang di dunia terancam kekurangan pangan dan kelaparan.