Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2024 terkait standardisasi kemasan berupa kemasan polos (plain packaging) mendapat penolakan.
Aturan ini menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik serta melarang pencantuman logo atau desain kemasan produk.
Pelaku industri hasil tembakau (IHT) memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa memberikan dampak yang tidak diharapkan, salah satunya adalah peningkatan peredaran rokok ilegal.
Baca juga: Respons Keluhan Petani Tembakau, Kemenkes Terbuka Terima Masukan Asosiasi dan Industri soal RPMK
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, menilai, kebijakan ini memiliki dampak signifikan yang perlu diperhatikan dengan serius. Henry mengungkapkan kekhawatirannya terkait penerapan kemasan polos akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang memiliki harga jauh lebih terjangkau.
“Kemasan polos ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry dalam dalam keterangannya, Senin (16/9/2024).
Senada dengan Gappri, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budiman, turut menyuarakan soal desain kemasan polos.
Menurutnya, pasal ini tidak masuk akal dan tidak seharusnya ada di dalam aturan. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini justru akan membuka peluang bagi peredaran rokok ilegal yang lebih sulit dikendalikan.