"Kalau bisa ditunda, tapi kami tidak melakukan penekanan," ujarnya.
Dari sisi otomotif, kenaikan PPN 12 persen tentu akan berpengaruh pada harga On The Road atau OTR dari setiap model kendaraan yang dijual.
Harga OTR sendiri merupakan besaran nilai yang harus dibayarkan saat konsumen membeli kendaraan.
Wakil Presiden PT Toyota Astra Motor (TAM) Henry Tanoto menyampaikan, kenaikan pajak selalu akan berpengaruh pada harga barang.
"Kalau dampak, kita bicara secara simpel, kenaikan pajak berarti menaikan harga, dalam konteks ini (harga) mobil. Jadi tentu saja ini (kenaikan PPN) akan memberikan dampak," tutur Henry.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kenaikan PPN berpotensi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.
"Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor," kata Said.
Said Iqbal menyebut, rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 di tengah upah yang minim semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh.
Kebijakan ini diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, mengakibatkan kesenjangan sosial yang lebih dalam dan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8 persen.
"Daya beli masyarakat merosot, dan dampaknya menjalar pada berbagai sektor ekonomi yang akan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen," tuturnya.
Merespons kekhawatiran ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah akan melaksanakan kebijakan kenaikan PPN dengan hati-hati dan memberikan sosialisasi yang memadai.
"Kami perlu mempersiapkan agar kebijakan ini dapat dijalankan dengan baik, disertai penjelasan yang memadai kepada masyarakat," ujar Sri Mulyani.