Selain itu, Yugi mengatakan program pelatihan dan pendampingan usaha kecil sangat penting juga dilakukan agar pelaku UMKM mampu meningkatkan produktivitas dan lebih berdaya saing, baik di pasar domestik maupun global.
"Yang penting filosofinya pak Presiden (Prabowo) itu ya tidak hanya omong-omong aja dan diskusi di meja seminar, tapi action-nya di lapangan yang akan kita eksekusi dalam waktu dekat," tegas Yugi.
Berdasarkan Data Kementerian Kelautan dan Perikanan angka pertumbuhan rata-rata produksi perikanan Indonesia mencapai 2.56 persen per tahun, 21,84 juta ton di tahun 2020 menjadi 23,54 juta ton di tahun 2023. Angka pertumbuhan rata-rata produksi perikanan tangkap mencapai 5,41 persen per tahun, angka pertumbuhan rata-rata produksi ikan budidaya mencapai 2,40 persen per tahun, sementara angka pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut mencapai 0,55 persen per tahun.
Kekuatan sumber daya air di Indonesia terdiri dari luas laut yang mencapai 3,26 Juta km2, memiliki 17.508 Pulau, luas tambak 785 ribu hektar, serta luas area budidaya air tawar mencapai 2,8 Juta Hektar. Di samping potensi yang begitu besar, terdapat beberapa tantangan di sektor kelautan dan perikanan yang dihadapi yang harus segera diantisipasi dan dicarikan solusinya.
“Di antaranya mengenai isu pencemaran lingkungan, penangkapan hasil laut berlebihan (overfishing), perizinan kapal tangkap, kesiapan pakan untuk pembudidayaan, perubahan iklim, subsidi bahan bakar nelayan, hingga penangkapan ikan ilegal,” katanya.
Menu Makanan Bergizi Gratis Tak Boleh Sembarangan
Sebelumnya diberitakan, program makan bergizi gratis (MBG) akan mulai bergulir pada Januari 2025. Pemerintah mencanangkan setiap porsinya dipatok Rp10.000.
Program prioritas Presiden Prabowo-Gibran ini tak luput dari sorotan ahli gizi UGM Dr. Toto Sudargo, M.Kes.
Dia memberikan catatan dalam pelaksanaan program tersebut.
"Menurut saya, dilihat dari perencanaannya, Rp10.000 untuk setiap anak masih mungkin dilaksanakan. Tentunya, pelaksanaanya harus terus dipantau, dievaluasi, dan ditingkatkan,” kata dia dikutip Selasa (10/12/2024).
Ia menyebut, dalam pelaksanaannya program MBG ini memang memerlukan biaya yang besar.
Karena itu, setiap daerah dapat menerapkan menu-menu yang sesuai dengan ketersediaan potensi dan kekayaan hasil alam yang ada di setiap daerah tersebut yang disesuai dengan anggaran yang ditentukan.
Misalkan di beberapa daerah seperti Papua, nasi dapat diganti dengan sagu, papeda, jagung.
"Kemudian, untuk karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral dapat diganti dengan ikan, telur, dan daging atau sumber nabati lainnya, sesuai wilayahnya masing-masing,” paparnya.