Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dijadikan sebagai dasar hukum.
Diharapkan, pemerintah daerah bisa menjadikan aturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat tersebut sebagai acuan.
Baca: Istana Pastikan Keputusan Jokowi Terkait PSBB Paling Rasional Hadapi Pandemi Corona
Baca: Deputi IV KSP: PSBB Kebijakan Paling Rasional dalam Atasi Covid-19
Baca: Jokowi Pilih PSBB untuk Lawan Corona, Deputi IV KSP Jelaskan Mekanisme Penerapan di Daerah
Dikutip dari sipuu.setkab.go.id, Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan ini digunakan dalam upaya mencegah keluar atau masuknya penyakit atau risiko kesehatan, yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kejadian yang dimaksud yakni kejadian luar biasa, karena penyebaran penyakit menular, radiasi nuklir, atau bahaya kesehatan lainnya yang berpotensi menyebar.
Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dimaksud dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 yakni, pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang terinfeksi penyakit.
Nantinya pejabat karantina kesehatan yakni pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang kesehatan.
Pejabat tersebut diberi kewenangan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.
Tujuan dari Kekarantinaan Kesehatan:
1. Melindungi masyarakat dari penyakit atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
2. Mencegah penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
3. Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat.
4. Memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan.
Setiap orang nantinya mempunyai perlakuan yang sama dalam kekarantinaan kesehatan ini.
Penetapan dan pencabutan status kedaruratan kesehatan masyarakat, hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dalam kedaruratan kesehatan masyarakat, pemerintah pusat dapat melakukan karantina wilayah di pintu masuk negara.
(Tribunnews.com/Nuryanti)