Menurutnya, jika pembahasan RUU Cipta Kerja tetap dilanjutkan saat ini, maka masyarakat akan menilai pemerintah dan DPR tidak memiliki empati serta menanfaatkan situasi pandemi virus covid-19.
"Jadi kami Fraksi PKS keberatan membahas RUU Cipta Kerja dan meminta penundaan pembahasannya, hingga Presiden secara resmi mengumumkan wabah covid-19 telah berakhir," tutur Adang
Pembuatan draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dibuat pemerintah, sebelum terjadinya wabah virus corona atau covid-19.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka mempersilakan pemerintah jika ingin menarik draf tersebut karena kondisinya saat ini dan sebelumnya berbeda.
"Dalam proses kami menyerap aspirasi dari publik, baik kiranya kami juga memberikan kesempatan kepada pemerintah, manakala mau menarik drafnya atau mau memperbaiki draf yang ada," kata Rieke.
Rieke memaparkan beberapa pasal yang ada dalam draf RUU Ciptaker sudah tidak sesuai kondisi Indonesia di tengah pandemi virus corona.
Misalnya, Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus Pasal 3 Ayat 1, di mana bagian penjelasan soal fasilitas bagi pekerja dihapus dalam RUU Ciptaker dan hanya dijelaskan soal perumahan bagi pekerja.
"Kemudian Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pangan. Ini sebenarnya kalau kita mengantisipasi dampak Covid-19 tidak boleh dihilangkan, tetapi di RUU Cipta Kerja justru dihilangkan," tutur Rieke.
Mengingat banyaknya catatan, Rieke mengusulkan ke pimpinan Baleg DPR tidak terburu-buru melakukan pembahasan, karena setiap fraksi harus membuat daftar inventarisasi masalah setelah mendengarkan masukan dari publik.
"Jadi ini perlu cek dan ricek secara lebih mendalam lagi. Itu pandangan dari Fraksi PDIP dan jujur saja kami harus melakukan pembahasan, pendalaman untuk bisa menyerahkan daftar inventarisasi masalah, dan kami memberikan waktu ke pemerinyah barang kali ada perbaikan," papar Rieke. (seno/tribunnetwork/cep)