Sementara itu, kata dia, jumlah tes yang rendah dikhawatirkan menghasilkan estimasi yang lebih rendah dari apa yang sebenarnya terjadi dan ujungnya menghasilkan respon kebijakan yang tidak tepat.
“Tes lama (dilakukan,-red), karena ada keputusan Menkes untuk mengatakan seluruh tes positif dikeluarkan oleh (pemerintah,-red) pusat. (Penderita,-red) positif lebih penting diketahui cepat. Menambah jumlah laboratorium, tetapi tidak ada membuka data,” ujarnya.
Baca: Wapres AS Mike Pence Ungkap Alasan Dirinya Tak Pakai Masker saat Kunjungan ke Rumah Sakit
Pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia, dia menambahkan, masih terbukanya jalur transportasi dan mobilitas manusia. Hal ini akan mengakibatkan virus tersebut akan menyebar hingga ke daerah.
“Di daerah akan terjangkit, tetapi pemerintah tidak memikirkan. Pemerintah memikirkan ekonomi. Bagaimana, kota akan tetap penuh dan membiayai orang yang tinggal di kota. Tidak memperhatikan penyebaran (Covid-19,-red) ke desa. Menambah parah dan menghambat pemulihan,” tambahnya.
Untuk diketahui, survei dilakukan dengan cara menyebar kuesioner online, memperoleh respon sebanyak 1.110 buah dari 34 provinsi di Indonesia, respon diolah menggunakan SPSS IBM 24. Masukan berupa teks dianalisis menggunakan word cloud.
Studi literatur dilakukan untuk membantu memberikan konteks pada hasil penelitian. Responden 58,2 % laki-laki, 40,8 perempuan. 98,1 % usia produktif (23-60 tahun). Kuesioner online dibuka pada 13-18 April 2020.