Sebab, kedatangan jenazah tak mengenal waktu. Mereka harus serba siap bila ajal tiba-tiba memanggil pengidap Covid-19.
Namun, tugas akan lebih berat bila belum ada cadangan lubang galian lantaran melebihi kapasitas lubang yang tersedia.
"Kedatangan jenazah Covid kan enggak mengenal waktu. Dia datang ya datang aja. Bila lubang tidak ada, mau enggak mau kita siapkan. Hujan pun keujanan. Apalagi ketika malam hari sudah mandi dan mau pulang, tiba-tiba ada instruksi pimpinan ada kedatangan jenazah lagi, jadi balik lagi ke lapangan," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (12/5/2020).
Para penggali dengan total 119 petugas terbagi ke dalam empat regu, A, B, C, dan D. Selama seminggu, dua tim yang bekerja. Kemudian mereka di-rolling dengan dua tim lainnya.
Imang yang tergabung di regu A bekerjasama dengan regu B. Dua regu itu membagi tugas ada yang memakamkan jenazah dan ada yang menggali kubur.
Dari fajar menyingsing hingga matahari terbenam energi mereka terkuras untuk membantu memakamkan jenazah Covid-19.
Mereka sudah mulai datang ke pemakaman umum pukul 07.00 hingga larut malam. Imang menambahkan regu lain pernah bekerja sampai pukul 23.00.
Kendati hujan deras, para petugas pemakaman tetap menjalankan tugasnya.
Mereka pun harus lebih waspada tatkala mengangkat peti jenazah di jalan yang curam dan terbilang licin menuju lubang.
Tak Kenal Waktu
Para petugas makam tak kenal waktu istirahat. Mereka "mencuri" waktu istirahat di sela bekerja menggali lubang cadangan atau ketika belum ada jenazah yang datang.
"Enggak ada istirahatnya, walau enggak ada jenazah kan kita tetap harus gali lubang," ujar Anan (42), petugas yang mengangkat peti.
Seandainya ambulans mendadak datang, mereka pun sudah harus siap memakamkan sesuai prosedur tetap (protap).
Anan mengatakan sempat ada peti jenazah yang tidak dilapisi plastik.
Ia dan rekan-rekan tak berani memakamkan jenazah lantaran berlainan dengan protap.
"Pernah ada, bahkan disuruh pulang lagi (ambulans) karena peti enggak di-wrapping," ungkapnya.
Cerita Penggali Kubur, Ikhlas Kerja untuk Ibadah
Di bulan Ramadan, para penggali kubur tetap bekerja menimbun peti jenazah Covid-19 yang dimasukkan ke dalam liang lahat di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Dengan pacul, tangan mereka tak henti mengeruk gundukan tanah di sekitar lubang kuburan.
Keringat mereka bercucuran bekerja di tengah terik matahari yang menyengat kulit.
Bagi mereka yang berpuasa, cobaan bukan hanya soal menahan rasa dahaga dan lapar. Energi mereka cepat terkuras demi menggali kuburan.
Imang Maulana (42), menjalankan puasa sambil bekerja menggali kuburan para korban yang terus berdatangan ke TPU Pondok Ranggon.
Pekerjaan menggali kubur bukan menjadi halangan bagi Imang untuk tetap menjalankan puasa.
Ia ikhlas berpuasa seraya bekerja walaupun dirasa berat juga. Cobaan yang paling dirasakan Imang adalah kelelahan akibat bekerja.
Selama bulan suci Ramadan, ia belum pernah membatalkan puasa sebelum waktu berbuka.
"Alhamdulilah sekarang puasa, ya karena sudah kebiasaan. kita puasa sungguh-sungguh ikhlas walaupun dirasa berat. Enjoy aja," ungkapnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (12/5/2020).
Rekan-rekannya yang tidak berpuasa juga saling mengerti dengan yang berpuasa.
Saat siang hari itu, rekan-rekan yang tidak puasa berlindung di bawah pepohonan rindang agak jauh dari Imang untuk melepas dahaga.
"Alhamdulilah, teman-teman mengerti kepada mereka yang berpuasa. Mereka lebih toleran," katanya.
Namun, terkadang ia juga harus merelakan berbuka puasa tidak bersama keluarganya.
Bila ada jenazah yang datang saat malam hari, Imang berbuka puasa di pemakaman.
"Kalau info ambulansnya sudah enggak lagi kirim jenazah sebelum magrib, saya pulang ke rumah. Tapi kalau masih ada, ya sampai malam kita stay di TPU," bebernya.
Rasa takut sebenarnya sempat hinggap di dalam diri Imang kala bekerja menggali kuburan.
Lambat laun, rasa takut itu perlahan bisa dikuasainya.
Rasa takut itu dikalahkan oleh rasa tanggung jawabnya sebagai penggali kubur demi menguburkan jenazah Covid-19.
"Minggu pertama kita ada rasa takut. Tapi minggu kedua sampai sekarang kita udah enjoy. Sudah menjadi tanggung jawab sebagai kerjaan kita. Insya Allah jadi amal ibadah buat kita di akhirat," ujarnya pria dua anak itu.
Berbeda dengan Imang, Kasman (42) memilih untuk tidak berpuasa lantaran pekerjaannya menguras tenaga.
Ia sebenarnya ingin berpuasa akan tetapi takut pekerjaannya terbengkalai.
"Pengen puasa, pengen banget. Cuman aduh daripada pekerjaan terbengkalai. Saya pasrahin aja, yang penting saya ikhlas membantu masyarakat. Tanggung jawab juga kerja di sini," pungkasnya.
Terlepas mereka puasa atau tidak. Imang, Kasman, dan petugas pemakaman lainnya menjadi garda terdepan dalam memakamkan jenazah Covid-19.
Mereka berharap pandemi yang menggelisahkan warga dunia ini lekas berlalu.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Deretan Kisah Penggali Kubur TPU Pondok Ranggon & Punya Kebiasaan Baru Sebelum Pulang Temui Keluarga