Bukan hanya menyerang saluran pernapasan saja. Tapi juga menyerang otak sampai ujung kaki, terutama pada anak. Ia pun mencontohkan negara Afrika Selatan yang menjadi awal mula kemunculan data Omicron.
Selama 22 bulan pandemi berlangsung, ada 780 kematian anak. Atau kalau diratakan sama dengan 35 kematian anak perbulan.
Saat ini, kematian pada anak perhari kemarin adalah 122 anak. Jika diratakan, maka ada sekitar 61 kasus kematian anak perbulan karena Omicron.
"Padahal Januari saja belum selesai. Ini saja hampir dua kali lipat dari kematian selama 22 bulan pandemi di Afrika Selatan. Ini harus membuka mata kita, apa yang terjadi di Afrika bisa terjadi di Indonesia," ungkap Dicky pada Tribunnews, Jumat (21/1/2022).
Bahkan bisa saja berdampak lebih buruk lagi. Situasi ini lah yang harus dicegah. Di sisi lain, data di Amerika menyebutkan jika kasus Covid-19 pada anak sebanyak 23 persen di ICU oleh Omicron.
Lalu sebesar 7 persen kasus positif Covid-19 anak berada di ventilator. Dan sekitar 2 persen berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan.
"Terakhir bicara Australia, selama pandemi sebelum Omicron, angka kematian anak tidak ada. Setelah Omicron, ada. Artinya hal yang terjadi di negara lain, terjadi juga di Australia yang memiliki peraturan sangat baik dan ketat," kata Dicky menambahkan.
Oleh karenanya Dicky kembali menyebutkan jika dirinya tidak mendukung pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen untuk saat ini.
"Sekali lagi saya tidak dalam posisi mendukung PTM 100 persen. Setidaknya sampai akhir Maret, karena akhir prediksi puncak kita. Tidak hanya masalah sekolah, selaras dengan kegiatan lain. Tidak mesti lockdown, PPKM," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Aisyah/Suci Bangun DS, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)