Justru Sullivan tidak segan membagikan pengalamannya di media sosial.
Menurutnya ia ingin memecahkan stigma seorang transgender.
"Saat bayi keluar dan aku mendengar tangisannya, ini sangat luar biasa karena saya telah membuat manusia kecil ini,"
"Setelah mengandung dan akhirnya melahirkan itu saat yang indah. Kami sangat senang dan bersyukur. Kami hanya menikmati dan menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga,"
"Kehamilan ini juga yang telah membuat saya dan pasangan selama sembilan bulan ini semakin dekat," ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan jika kehamilan tidak mengancam maskulinitasnya.
"Beberapa orang terganggu oleh gagasan saya melahirkan tetapi saya tidak mau menanggapinya."
Meski banyak yang mencibir namun dia justru mengunggapkan hal di luar mainstream kebanyakan orang.
"Saya tidak melihat kehamilan sebagai wujud atau berhubungan dengan feminin. Sehingga hamil itu tidak membuat saya merasa kurang maskulin," tuturnya.
Berdasarkan pengalamannya memperjuangkan identitas jenis kelaminnya yang berat.
Ia dan pasangannya memutuskan untuk tidak mengungkapkan jenis kelamin bayinya.
Mereka membiarkan anaknya suatu saat nanti memutuskan sendiri apa jenis kelamin dan gender ketika dewasa.
"Saya berharap orang-orang tidak bertanya tentang identitas jenis kelamin bayinya,"
"Kami tidak perlu menyatakan jenis kelamin anak, biar mereka yang mengungkapkannya sendiri,"
"Jenis kelamin kamu dan identitas gender tidak ada hubungannya dengan peran gender sosial yang dibangun di masyarakat."
Bahkan secara detail ia juga mengungkapkan jika warna baju yang dipakai menandakan sebuah identitas seseorang itu perempuan atau laki-laki. (*)