Lalu Kim belajar bahasa Jepang dari Yaeko Taguchi, perempuan Jepang yang menurut dia diculik pemerintah Korea Utara.
Baca: Inilah Moranbong, Girl Band Asal Korea Utara yang Anggotanya Dipilih Langsung Oleh Kim Jong Un
Untuk mengasah kemampuannya berbahasa Jepang, Kim tinggal selama dua tahun bersama Yaeko Taguchi.
Selanjutnya, pemerintah Korea Utara mengirim Kim ke kota Guangzhou, China untuk memperlancar bahasa Mandarinnya.
Pada November 1987, Kim tiba-tiba dipanggil pulang ke Pyongyang dan diputuskan dia sudah siap untuk menjalankan misi berbahaya.
Penugasan itu diterima Kim di tengah malam langsung dari pemimpin tertinggi dinas intelijen Korea Utara.
Setelah menerima pengarahan, Kim dan rekan prianya, Kim Seung Il dikirim ke Vienna, Austria dengan menyamar sebagai pasangan asal Jepang.
Di ibu kota Austria itulah kedua agen Korea Utara itu mendapatkan bom yang akan ditaruh di dalam sebuah pesawat milik Korean Air.
"Bom itu berupa sebuah radio Panasonic kecil. Di belakangnya terdapat beberapa baterai. Separuh baterai itu merupakan peledak kimia dan sisanya adalah baterai biasa," papar Kim.
Baca: Korea Utara Tak Rayakan Ulang Tahun Kim Jong Un, Ini Alasannya
Setelah menerima bom itu, mereka lalu membawa benda berbahaya itu ke Baghdad, Irak.
Namun, saat mereka hendak naik ke atas pesawat Korean Air yang menjadi target, petugas keamanan sempat mengambil baterai dari radio itu.
Kim sempat gugup karena tanpa baterai itu bom berupa radio transistor tersebut tak akan bekerja.
"Saya kemudian mengambil kembali baterai itu, memasangnya kembali, dan menyampaikan keluhan kepada petugas," kenang Kim.