TRIBUNNEWS.COM - Media penyiaran terbesar di Filipina dipaksa untuk menutup bisnisnya pada Selasa (5/5/2020) lalu karena dianggap belum memperpanjang izin operasi.
Namun banyak pihak menuduh bahwa pemerintah telah melanggar kebebasan pers di negara itu.
Sejak membuat marah Presiden Rodrigo Duterte pada tahun 2016, proposal untuk memperpanjang waralaba ABS-CBN telah ditunda di Kongres karena presiden berulang kali menyerang kelompok media dalam pidatonya.
"Jutaan orang Filipina akan kehilangan sumber berita dan hiburan mereka ketika ABS-CBN diperintahkan untuk mengudara di TV dan radio malam ini."
"Orang-orang membutuhkan informasi penting dan tepat waktu karena negara ini menangani pandemi Covid-19," jelas ABS-CBN dalam sebuah pernyataan pada Selasa lalu dikutip dari Telegraph.
Baca: Presiden Duterte Perpanjang Lockdown Hingga 30 Akhir April
Baca: Presiden Duterte Perintahkan Polisi Tembak Mati Siapa Saja yang Ganggu Lockdown Filipina
Nama Duterte terkenal karena terlibat masalah dengan media yang kritis dengan sejumlah kebijakannya selama ini.
Sejak saat itu, muncul kekhawatiran bahwa Duterte akan mengikis kebebasan pers di sana.
"Sangat menyakitkan bagi kami bahwa kami ditutup, tetapi juga menyakitkan bagi jutaan warga negara kami yang percaya bahwa layanan kami penting bagi mereka," kata ketua ABS-CBN, Mark Lopez.
Pernyataan ini dilontarkan Lopez di tengah siaran tepat sebelum saluran TV itu berubah menjadi gelap.
Menanggapi hal ini, di luar kantor ABS-CBN berkumpul sejumlah orang yang mendukung perusahaan penyiaran itu.
Pada malam Selasa, mereka membawa plakat berisi dukungan dengan dikelilingi lilin yang menyala.
Lisensi ABS-CBN selama 25 tahun berakhir pada Senin lalu.
Tetapi para pejabat telah memberikan jaminan bahwa radio, TV dan raksasa internet akan diizinkan beroperasi secara sementara.
Namun berdasarkan perintah dari Komisi Telekomunikasi Nasional pada Selasa lalu, ABS-CBN harus mengajukan banding untuk kembali mengudara.