Sebelum Hassan Diab mundur, empat menteri kabinet telah menyatakan mundur. Mereka terdiri Menteri Keuangan Ghazi Wazni, Menteri Kehakiman Marie Claudie Najm, Menteri Informas Manal Abdul Samad, dan Menteri Lingkungan Damianos Kattar.
Sembilan anggota parlemen juga menyatakan berhenti terkait krisis politik Lebanon ini. Ledakan di pelabuhan Beirut semakin memperparah situasi
Menkeu Ghazni Wazni termasuk tokoh sangat penting mengingat posisinya sebagai perunding proses pengajuan dana ke IMF.
Lebanon mengajukan bantuan ke IMF guna menutupi atau memperbaiki krisis keuangan parah yang terjadi di negara itu beberapa tahun terakhir.
Kabinet Hassan Diab terbentuk Januari 2020, didukung sepenuhnya oleh kelompok Hezbollah yang memiliki koneksi kuat ke Iran.
“Pemerintahan ini harus berubah,” kata Joe Haddad, seorang insinyur kepada kantor berita Reuters. “Kami butuh pemilu cepat,” imbuhnya.
Terkait kasus ledakan di pelabuhan Beirut, otoritas keamanan Lebanon telah menahan 20 orang. Mereka terdiri pejabat bea cukai dan manajemen pelabuhan.
Dua mantan menteri kabinet Hassan Diab juga diperiksa. Penyelidikan terfokus pada masalah keberadaan 2.750 ton ammonium nitrat di gudang pelabuhan.
Pihak keamanan Lebanon menyatakan telah berulangkali menyampaikan informasi keberadaan bahan peledak berbahaya itu.
Pada 20 Juli 2020, surat pemberitahuan dari pihak keamanan telah dikirimkan ke kantor presiden dan perdana menteri.
Timbunan bahan peledak dan fertilizer atau pupuk itu diketahui masuk di pelabuhan Beirut sejak tujuh tahun lalu.
Materialnya diangkut MV Rhosus, kapal Rusia berbendera Moldova. Bahan diambil dari pabriknya di Georgia, tujuan pengapalan ke Mozambik, Afrika.
Kapal itu tidak pernah sampai ke tujuan, akibat status pengiriman yang tidak jelas. Kapal MV Rhosus juga terdampar di Beirut, karena persoalan dana.(Tribunnews.com/Sputniknews.com/Haaretz.com/xna)