Selain itu, artikel tersebut nampaknya bertentangan dengan pernyataan pejabat intelijen AS.
Pihaknya mengatakan akan melindungi pemilu AS dari campur tangan asing di muka umum.
Para intelijen AS mengklaim sudah menemukan bukti bahwa Rusia sedang mencampuri pemilu untuk menjatuhkan Joe Biden.
Secara terpisah, beberapa bukti terkait upaya Moskow itu bermunculan.
Salah satunya pengumuman Facebook pekan lalu soal kelompok 'troll' yang menjadi upaya Rusia ikut campur dalam pemilu AS 2016 mencoba menargetkan orang Amerika lagi kali ini.
Menurut intelijen dan sumber yang mendasarinya, komunitas intelijen menilai China dan Iran lebih suka Trump kalah pemilu.
"Kami menilai bahwa China lebih suka Presiden Trump, yang dianggap Beijing tidak dapat diprediksi, tidak memenangkan pemilihan kembali," kata pejabat intelijen AS atas keamanan pemilu, Bill Evanina bulan lalu.
"China akan terus mempertimbangkan risiko dan manfaat dari tindakan agresif," tambahnya.
Baca: Donald Trump Bungkam Ketika Para Pemimpin Dunia Menunggu Jawaban Vladimir Putin Soal Alexei Navalny
Baca: Gubernur Wisconsin Minta Trump Pertimbangkan Kunjungan ke Kenosha
Dalam pernyataan yang sama, Evanina menerangkan Rusia menggunakan berbagai cara untuk menekan mantan Wapres Joe Biden yang dinilai anti-Rusia.
"Beberapa aktor yang terkait Kremlin juga berusaha untuk meningkatkan pencalonan Presiden Trump di media sosial dan televisi Rusia," jelasnya.
Mantan perwira CIA John Sipher mengatakan kepada CNN bahwa ada perbedaan yang jelas dalam cara Evanina mencirikan ancaman yang ditimbulkan oleh China dan Rusia.
Menurutnya, dua perbedaan itu terlihat dari cara campur tangan yang terselubung dan satunya lagi lebih terbuka.
"China menggunakan pengaruh, diplomasi, dan komentar dalam pers dan organ propaganda."
"Rusia menggunakan disinformasi, akun palsu, bot, pendanaan rahasia sebagai bagian dari kampanye rahasia," katanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)