TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Agung Israel menunda keputusan untuk menggusur warga Palestina dari Yerusalem Timur yang rencananya akan dibangun untuk penduduk Yahudi.
Keputusan itu dikeluarkan setelah ratusan warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan polisi Israel selama berhari-hari.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan, 90 orang terluka setelah polisi Israel menindak pengunjuk rasa Palestina di luar Kota Tua Yerusalem Timur, pada Sabtu (8/5/2021).
Bentrokan yang meledak pada Sabtu terjadi sehari setelah polisi Israel melakukan kekerasan di Masjid Al Aqsa hingga lebih dari 200 warga Palestina terluka.
Di sisi lain, Kepolisian Israel mengatakan, 17 petugasnya terluka dalam bentrokan dua hari terakhir.
Baca juga: PPP: Jangan Lagi Berpikir Ada Hubungan Diplomatik dengan Israel
Baca juga: Iran Sebut Israel Bukan Negara Tapi Gembong Teroris, Kecam Negara Arab yang Bersahabat Dengannya
Petugas medis Palestina mengatakan, warga Palestina diserang menggunakan peluru karet, granat setrum hingga pemukulan.
Bahkan, di antaranya ada seorang wanita yang wajahnya berlumuran darah.
Pada Minggu (9/5/2021) lalu, HAM PBB menilai penggusuran warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem dapat disebut kejahatan perang.
Di hari yang sama, Yordania yang merupakan perwalian atas situs Muslim dan Kristen di Yerusalem mengecam tindakan Israel.
Menurutnya, tindakan polisi Israel kepada jamaah di Masjid Al Aqsa "barbar".
Kendati demikian, keputusan MA ditentang Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Dia mengatakan akan terus membangun Kota, merujuk wilayah di Yerusalem yang mayoritas berpenduduk warga Palestina.
"Kami dengan tegas menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem," kata Netanyahu, Minggu (9/5/2021)
"Yerusalem adalah ibu kota Israel dan sama seperti setiap bangsa membangun ibu kotanya, kami juga memiliki hak untuk membangun di Yerusalem," lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera.
Lebih lanjut, Netanyahu mengatakan Israel mengizinkan kebebasan beribadah, tapi "tidak akan membiarkan elemen ekstremis mengganggu perdamaian Yerusalem".
Apa yang Terjadi di Yerusalem Timur?
Dilansir The Guardian, ketegangan di Yerusalem meningkat beberapa hari sebelum keputusan penggusuran warga Palestina, yang mana saat ini telah ditunda.
Keputusan itu akan memberi izin apakah pihak berwenang Israel boleh mengusir warga Palestina dari wilayah Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur untuk nantinya diberikan kepada warga Yahudi.
Warga Palestina telah merasakan tekanan dari pada pemukim Yahudi yang berusaha memperluas kehadiran mereka di Yerusalem Timur.
Bahkan, warga Israel kerap membeli rumah, membangun gedung baru, dan menggusur warga Palestina yang tinggal di sana melalui pengadilan, seperti kasus di Sheikh Jarrah.
Nabeel al-Kurd (77) yang rumahnya terancam digusur mengatakan, tindakan pengusiran adalah upaya untuk "mengusir warga Palestina dan menggantikan mereka dengan pemukim (Yahudi)".
Baca juga: PBB Peringatkan Israel Okupasi Yerusalem Timur Bisa Jadi Kejahatan Perang
Baca juga: Jemaah Al Aqsa Bentrok dengan Polisi Israel saat Peringatan Lailatul Qadar, 90 Orang jadi Korban
Menurut hukum Israel, orang Yahudi berhak mengklaim properti di Yerusalem jika bisa membuktikan perannya sebelum perang 1948.
Ratusan ribu orang Palestina mengungsi dalam konflik yang sama, tapi tidak ada undang-undang tersebut untuk mereka yang kehilangan rumah di Yerusalem.
"Ini upaya para pemukim, didukung oleh pemerintah, untuk merebut rumah kami dengan paksa," kata al-Kurd.
Yerusalem Timur adalah wilayah yang dipertahankan Palestina untuk ibu kota di masa depan.
Israel menganggap seluruh wilayah Yerusalem adalah miliknya, tetapi klaim ini tidak diakui pihak internasional.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)